Kamis, 28 Juni 2012

Membatalkan Puasa Ketika Ingin Safar


Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Ustadz Pengasuh, mengenai bolehnya musafir untuk berbuka/tidak puasa. Pertanyaannya, bila kita berniat untuk keesokan hari bersafar, apakah kita pada saat esok hari tersebut langsung tidak berpuasa sejak fajar, ataukah kita tetap berpuasa lalu membatalkannya saat di perjalanan?
Ruly Haryanto (**ruly@***.com)

Jawaban:
Wa’alaikumussalam.
Allah memberi keringanan kaum muslimin untuk tidak berpuasa ketika safar, dan meng-qadha’nya di hari yang lain, sebagai bentuk kemudahan dan keringanan yang Allah berikan. Allah berfirman,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر
Barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (Q.s. Al-Baqarah:185)
Seseorang belum dinamakan musafir, sampai dia mulai melakukan perjalanan. Adapun semata berniat dan punya keinginan untuk safar maka itu belum memperbolehkannya untuk mengambil rukhshah yang dikaitkan dengan safar. Karena itu, jika semata-mata baru niat maka dia tidak boleh berbuka dan tidak boleh meng-qashar shalat, selama masih mukim.
Orang yang hendak safar, namun belum mulai melakukan perjalanan, dihukumi sebagaimana orang mukim, dia wajib menyempurnakan shalatnya, berpuasa dan tidak berbuka. Barang siapa yang berbuka sebelum memulai safar, dengan alasan telah berniat untuk safar maka dia wajib meng-qadha’ puasanya dan tidak ada kewajiban kafarah. (Diambil dari Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah Al-Faqih)
Catatan:
Bagi orang yang hendak safar dan dia sudah siap di atas kendaraan untuk berangkat, diperbolehkan membatalkan puasa. Dalilnya, Muhammad bin Ka’b radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku mendatangi Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu di bulan Ramadan. Ketika itu, beliau hendak safar dan telah siap dia atas kendaraan dan memakai pakaian safar, sementara sebentar lagi matahari akan tenggelam. Kemudian beliau minta diambilkan makanan, lalu beliau makan dan langsung naik kendaraan. Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah ini sunah?’ Anas menjawab, ‘Ya (termasuk sunnah).’” (H.r. Baihaqi dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).


0 komentar:

Posting Komentar