Sebagian orang memiliki kelebihan harta yang sebenarnya sudah bisa
berqurban dengan satu ekor kambing atau 1/7 sapi secara patungan. Namun memang
sifat manusia sulit mengeluarkan harta yang ia sukai. Padahal qurban mengandung
hikmah dan keutamaan yang besar.
Qurban yang kita kenal biasa disebut dengan udhiyah. Udhiyah adalah
sesuatu yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’alapada
hari nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat yang khusus.
(Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5/74)
Perintah Qurban
Qurban pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil,
di antaranya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dirikanlah shalat
dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar : 2). Di antara tafsiran ayat
ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”.
Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga
menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. (Lihat Zaadul
Masiir, Ibnul Jauzi, 9/249)
Dari hadits terdapat riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban
dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata
: “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan
beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing
itu. Beliau membaca ‘bismillah’ dan bertakbir.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya qurban. (Fiqhul
Udhiyah, hal. 8)
Hikmah Berqurban
1- Qurban dilakukan untuk meraih takwa. Yang ingin dicapai dari ibadah
qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, bukan hanya daging atau darahnya. Allah
Ta’ala berfirman (yang artinya), “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang
dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj : 37)
2- Qurban dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat
(kehidupan) yang diberikan.
3- Qurban dilaksanakan untuk menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih
Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan
beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis
salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).
4- Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas
salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya
lebih dari diri sendiri dan anaknya. Pengorbanan seperti inilah yang
menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba.
Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam
bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka
mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya. (Lihat Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5/76)
5- Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai
dengan hewan qurban.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Penyembelihan yang
dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan
tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban
penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun
dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai
keutamaan qurban.” (Lihat Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah,
hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/379)
Tetaplah Berqurban Ketika Mampu Walau Hukum Qurban Sunnah
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika telah masuk 10 hari pertama dari
Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban,
maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya
(diartikan oleh sebagian ulama : kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no.
1977)
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini
adalah dalil bahwasanya hukum qurban tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”.
Seandainya menyembelih qurban itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah
memotong rambut badannya hingga ia berqurban (tanpa didahului dengan kata-kata:
Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro,
9/263)
Walau menurut pendapat mayoritas ulama hukum berqurban itu sunnah, tetaplah
berqurban apalagi mampu. Untuk orang yang mampu dan kaya mengeluarkan 2,5 juta
rupiah untuk qurban kambing atau patungan sapi sebenarnya begitu enteng.
Tinggal niatan saja yang perlu dikuatkan.
Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah setelah
memaparkan perselisihan ulama mengenai hukum qurban, beliau berkata, “Janganlah
meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan, “Tinggalkanlah
perkara yang meragukanmu dan ambil perkara yang tidak meragukanmu.”
Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena
dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu
a’lam.” (Adhwa’ul Bayan, 5/618)
Berutang Tidaklah Masalah untuk Berqurban
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, ”Dulu Abu Hatim
pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu
dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring
unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah
(yang artinya), “Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.”
(QS. Al Hajj: 36)”. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5/415)
Pilihlah Hewan Qurban Terbaik
Ciri-ciri hewan yang terbaik untuk qurban adalah: (1) gemuk, (2) warna
putih atau warna putih lebih mayoritas, (3) berharga, (4) bertanduk, (5)
jantan, (6) berkuku dan berperut hitam, (7) sekeliling mata hitam.
Hewan qurban yang dipilih adalah yang sudah mencapai usia musinnah. Musinnah dari
kambing adalah yang telah berusia satu tahun (masuk tahun kedua).
Sedangkan musinnah dari sapi adalah yang telah berusia dua
tahun (masuk tahun ketiga). Sedangkan unta adalah yang telah genap lima tahun
(masuk tahun keenam). Inilah pendapat yang masyhur di kalangan fuqoha. Atau
bisa pula memilih jadza’ah yaitu domba yang telah berusia enam
hingga satu tahun.
Kemudian jauhi cacat hewan qurban yang wajib dihindari yang bisa membuat
qurbannya tidak sah. Ada empat cacat yang membuat hewan qurban tidak sah: (1)
buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya,
(3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak
punya sumsum tulang. Kalau dianggap tidak sah, berarti statusnya cuma daging
biasa, bukan jadi qurban.
Sedangkan cacat yang tidak mempengaruhi turunnya kualitas daging tidaklah
masalah seperti ekor yang terputus, telinga yang terpotong dan tandung yang
patah. Cacat ini yang dimakruhkan.
Intinya, ketika berqurban berusaha memilih hewan qurban yang terbaik,
menghindari cacat yang membuat tidak sah dan cacat yang dimakruhkan. Ibnu
Taimiyah sampai berkata, “Pahala qurban (udhiyah) dilihat dari semakin
berharganya hewan yang diqurbankan.” (Fatawa Al Kubro, 5: 384). Semakin
berharga hewan qurban yang dipilih, berarti semakin besar pahala.
Berqurban itu begitu mudah, kita bisa berqurban dengan 1 kambing atau
patungan 1/7 sapi. Masing-masing qurban tersebut bisa diniatkan untuk satu
keluarga. Imam Asy Syaukani rahimahullah pernah berkata,
“Qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga
tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8/125).
Semoga bermanfaat. [Diringkas dari bahasan buku “Panduan Qurban dan Aqiqah”
karya Muhammad Abduh Tuasikal, MSc terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta]
http://buletin.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar