Ketauhilah saudaraku, kita di dunia ini adalah musafir
dan sedang melakukan perjalanan. Hal ini harus benar-benar kita sadari dan
jangan sampai lalai mengingat hal ini.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata,
“Manusia sejak
diciptakan senantiasa menjadi musafir, Batas akhir perhentian perjalanan mereka
adalah surga atau neraka.” [1]
Inilah yang selalu diingatkan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, kehidupan dunia ini hanya sebentar dalam sebuah
perjalanan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apa
peduliku dengan dunia? Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan
seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir
tersebut meninggalkannya.” [2]
Renungkan juga, ketika perjalanan pulang kampung:
“Apakah kita bisa membawa banyak bekal?”
“Apakah semua yang ada di perantauan kita bisa bawa semuanya ke kampung?”
“Apakah semua yang ada di perantauan kita bisa bawa semuanya ke kampung?”
Demikian juga perjalanan kita ke kampung akhirat, tidak
ada dari kekayaan dunia dan kemegahannya yang akan kita bawa. Yang kita bawa
adalah amal kebaikan kita saja. Amal ini tidak terlihat (tidak ada bendanya) di
di dunia, tempat perantauan sekarang.
Ketika manusia akan dibawa ke kubur kelak, semua akan
mengikutinya yaitu keluarga, harta, dan amalnya. Yang kembali adalah keluarga
dan harta, sedangkan yang tetap mengikuti bersamanya adalah amalnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Yang
mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap bersamanya
di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta, dan amalnya. Yang kembali
adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di kubur adalah
amalnya.”[3]
Perlu direnungkan juga bahwa yang namanya perjalanan
dan safar pastinya ada kesusahan dan ketidaknyamanan. Selama masa safar dan
perjalanan jauh lagi panjang, kita tidak merasa senang dan gembira
terus-menerus atau bahkan bermain-main.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan,
“Orang yang
berakal akan tahu bahwa safar itu identik dengan kesusahan dan terpapar
berbagai bahaya. Tempat di mana manusia berharap/menuntut adanya nikmat,
kelezatan dan kenyamanan hanya ada pada saat safar telah selesai.”[4]
Akhirat lah pemberhentian terakhir dan merupakan
kehidupan yang sesuangguhnya. Allah berfirman,
“Wahai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kesenangan sementara. Dan sesungguhya
akhirat itu adalah negeri tempat kembali” (QS. Ghafir: 39).
Bagi yang telah dilalaikan dan tertipu oleh kehidupan
dunia, ia akan menjalani kehidupan dunia ini dengan bermain-main dan
bersenda-gurau serta saling berbangga-bangga saja.
Allah berfirman,
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan
tentang banyaknya harta dan anak. Seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu” (al-Hadid: 20).
Semoga kita semua bisa pulang kampung, kampung bapak
kita Nabi Adam ‘alaihis salam dan termasuk orang beruntung dan
sukses yaitu dimasukkan ke surga dan dijauhkan dari neraka.
Allah berfirman,
“Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan” (QS. Ali Imran: 185).
Artikel www.muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] Al-Fawaid hal 400
[2] HR. Tirmidzi no. 2551. dishahih oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan At Tirmidzi
[3] HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no. 2960
[4]
Al-Fawaid hal 400
0 komentar:
Posting Komentar