RISALAH RAMADHAN
Beberapa Cuplikan Dari Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’i
Yang harus dilakukan
saat sahur ketika terdengar adzan Subuh
Soal 1 : Apabila
seseorang sedang makan sahur kemudian muadzin mengumandangkan adzan apakah
wajib baginya untuk membuang/ mengeluarkan apa-apa yang ada di mulutnya
ataukah memakannya ?
Jawab : Adapun yang
ada di mulutnya maka tidak boleh untuk mengeluarkannya akan tetapi tidak boleh
memakan sesuatu apapun setelahnya kecuali air berdasarkan hadits sunan Abu
Dawud dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Apabila muadzin
telah mengumandangkan adzan, sedangkan bejana masih dalam tangan seseorang,
maka hendaklah dia mengambil keperluan darinya.”
Maka dengan hadits
ini tidak mengapa seseorang untuk meminum apabila telah dikumandangkan adzan
oleh muadzin dengan syarat air tersebut masih dipegang oleh tangannya.
Berbuka karena sakit
bertahun-tahun
Soal 2: Apa
hukumnya orang yang berbuka disebabkan karena sakit yang terus menerus sampai
beberapa tahun ?
Jawab: Apabila
ditetapkan oleh medis bahwasa-nya dia tidak diharapkan lagi kesembuhan-nya
sedangkan Allah Maha Penyembuh dan berapa banyak orang yang sakit yang telah
ditetapkan oleh para dokter bahwasanya tidak diharapkan lagi kesembuhannya
kemudian Allah Ta’ala menyembuhkannya. Apabila mereka menetapkan tidak
diharap-kan sebaikannya, maka tidak mengapa dia berbuka dan memberikan makanan
setiap harinya kepada orang miskin. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{وَعَلَىالَّذِیْنَ
یُطِیْقُوْ نَهُ فِدْیَةٌ طَعَامُ مِسْكِیْنَ}
“Dan bagi orang-orang
yang tidak mampu hendaknya membayar fidyah dengan memberikan makanan kepada
orang miskin.”
Demikian pula Anas
bin Malik ketika beliau tidak mampu untuk melaksanakan shaum maka beliau
memberikan makanan setiap harinya kepada orang miskin.
Memakai siwak dan
sikat gigi/pasta gigi
Soal 3: Apa
hukumnya menggunakan hal-hal di bawah ini di siang hari di bulan Ramadhan,
diantaranya memakai siwak dan sikat gigi/odol ?
Jawab: Adapun
memakai siwak dari batangnya maka ini tidak mengapa, walaupun warna-nya hijau.
Adapun odol atau sikat gigi maka kami menasehatkan untuk meninggalkannya di
bulan Ramadhan. Dan kami tidak memiliki dalil bahwa itu akan membatalkan shaum,
akan tetapi wajib untuk berhati-hati sehingga tidak sampai mengalir atau masuk
sesuatau ke dalam perutnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
وبالِغُ فَي الأِستِنشاقإِلاَّ َأنْ تكُونَ
صائِما
“Dan sempurnakanlah
pada waktu istinsyaq kecuali dalam keadaan shaum.”
Karena sesungguhnya
apabila dia dalam keadaan shaum maka ditakutkan akan mengalir atau masuk airnya
ke dalam perutnya.
Orang pingsan dan
muntah
Soal 4: Demikian pula apa hukumnya orang yang pingsan
dan yang muntah ?
Jawab: Adapun orang
yang pingsan maka dia tidak dikategorikan membatalkan shaumnya demikian
halnya dengan orang
yang muntah. Adapun hadits yang menyatakan,
من قَاءَ فَلاَ قَضاءَ علَيهِ ومن اِستقَاءَ
فَعلَيهِ ْالقَضاءَ
“Barangsiapa yang
muntah maka tidak ada qadha baginya dan barangsiapa yang sengaja muntah maka
hendaknya ia menqadha.” Ini adalah hadits yang lemah.
Mencicipi masakan
Soal 5: Apa hukumnya seorang perempuan merasakan
masakannya ketika ia memasak makanan dengan ujung lidahnya supaya mengetahui
apa yang kurang dari bumbu-bumbu masakan tersebut ?
Jawab: Tidak mengapa
tentang hal itu, insya Allah. Dan jangan sampai ada yang masuk ke
tenggorokannya sesuatu apapun.
Menggunakan
peralatan oksigen bagi seseorang yang menderita penyakit sesak nafas
Soal 6: Apa pula
hukum menggunakan peralatan oksigen bagi seseorang yang menderita penyakit
sesak nafas ?
Jawab: Yang jelas ia
bukanlah termasuk makanan atau minuman. Maka aku tidak melihatnya hal ini
membatalkan shaum.
Waktu, tempat, dan
raka’at sholat tarawih sesuai sunnah
Soal 7: Di tempat
kami sangat banyak sekali masjid, sebagiannya melaksanakan shalat dengan 8
rakaat dan sebagiannya 20 rakaat, sebagiannya lagi memanjangkan shalatnya dan
sebagian lagi memendekkan. Maka masjid manakah yang benar yang sesuai dengan
perbuatan Nabi ?
Jawab : Jika kalian
mampu maka hendaknya kalian melaksanakan shalat di masjid pada pertengahan
malam atau sepertiga malam terakhir dengan sebelas raka’at atau tiga belas
raka’at sebagaimana dalam hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam tidak menambah raka’at pada bulan Ramadhan atau selainnya dari
sebelas raka’at. Dan telah datang pula riwayat yang mengatakan tiga belas
raka’at. Dan saya nasehatkan untuk mengakhirkan shalat tarawih pada pertengahan
malam atau sepertiga malam terakhir. Karena sesungguhnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda,
”Barangsiapa yang
takut akan tertidur padaakhir malam maka hendaknya dia witir pada awalnya, dan
barangsiapa yang menginginkan untuk bangun di akhir malam maka hendaknya witir
pada akhirnya karena sesungguhnya shalat pada akhir malam adalah disaksikan.” (HR.Muslim)
Dan ketika Umar
keluar, beliau mendapati Ubay bin Ka’ab sedang melaksanakan shalat bersama
mereka (orang-orang). Kemudian ia berkata,
“Alangkah nikmatnya
satu hal yang baru ini dan orang-orang yang tertidur darinya juga tidak
mengapa.”
Maka apabila mereka
mampu untuk pergi ke masjid kemudian menegakkan sunnah di sana (di dalamnya)
dan melaksanakan shalat pada pertengahan malam atau setelahnya dengan sebelas
raka’at dan mereka memanjangkannya sesuai dengan kemampuannya. Karena
sesungguhnya shalat malam adalah nafilah dan bukan termasuk ke dalam shalat
yang fardhu.
Maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Sesungguhnya aku
akan masuk (atau barumulai) dalam shalat maka aku menginginkan untuk
memanjangkannya akan tetapi aku tidak meneruskannya karena/ketika aku mendengar
suara tangisan seorang bayi karena kasihan pada ibunya.”
Dan Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam mengatakan kepada Muadz bin Jabal , “Apakah engkau telah
membuat fitnah, wahai Muadz?” Yaitu disebabkan karena beliau memanjangkannya di
dalam shalat. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan juga,
إِذَاصلَّىأَحدكُم لِنفْسِهِ فَلْي َ طولْ
ماشاءَ وإِذَا صلَّى
بِالناسِ فَلْيخفِّف َفإِنَّ فِيهِم الضعِيف
والمَرِيض وذَا
ْالحَاجةَ
“Apabila salah
seorang di antara kalian shalat sendiri, maka hendaknya memanjangkan
sekehendaknya dan apabila ia shalat bersama orang orang atau bersama manusia
maka hendaklah ia meringankannya karena di antara mereka ada yang lemah, ada
yang sakit dan ada yang memiliki kebutuhan.”
Maka ini semua
adalah di dalam shalat yang fardhu, adapun di dalam shalat nafilah maka tidak
wajib, bahkan seseorang boleh melaksanakan shalat sekehendaknya dan boleh bagi
dia untuk beristirahat dari satu raka’at menuju kepada rakaat yang lainnya atau
dia pergi dulu ke rumahnya. Dan jika dia mampu untuk melaksanakan shalat di
rumahnya, maka ini juga afdhal. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam
bersabda ketika beliau shalat bersama manusia atau orang-orang dua malam atau
tiga malam di bulan Ramadhan, beliau mengatakan,
”Shalat yang paling
afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib atau
fardhu.”
Bahwa yang paling
afdhal shalat bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib.
Walaupun sebagian orang mengatakan bahwa engkau telah menepati sunnah yang
muakkadah dikarenakan menyelisihi syi’ah, karena sesungguhnya mereka melihat
bahwa shalat tarawih itu adalah bid’ah. Maka kita tidak menyepakati mereka akan
tetapi kita menginginkan untuk menyepakati atau sesuai dengan hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam dan apabila ditakutkan tertidur ataupun disibukkan
di dalam rumahnya dari anak-anaknya atau yang lainnya maka kami nasehatkan
untuk keluar menuju ke masjid.
Sholat di belakang
imam tarawih 20 raka’at
Soal ke-8: Apabila
aku shalat di masjid kemudian imam di dalamnya shalat dengan dua puluh rakaat
maka apakah aku ikut menyempurnakan bersamanya dalam rangka mengikuti imam
ataukah aku shalat delapan raka’at lalu aku witir sendirian kemudian keluar ?
Jawab : Saya
nasehatkan hendaknya engkau shalat delapan raka’at saja dan kemudian engkau
shalat witir sendirian. Maka sesungguhnya mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah lebih utama, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wassalam mengatakan,
“Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan sholat.”
Bolehkah sholat
tarawih di rumah
Soal ke-9: Apakah
dibolehkan bagi seseorang untuk melaksanakan shalat bersama keluarganya di
rumah, yaitu shalat tarawih ?
Jawab : Tidak
mengapa akan hal itu dan hal itu adalah afdhal sebagaimana yang telah lewat.
Mematikan lampu pada
waktu shalat supaya menambah kekhusyu’an
Soal ke-10 :
Mematikan lampu pada waktu shalat supaya menambah kekhusyuan sebagaimana yang
terjadi pada diri kami dalam bulan Ramadhan. Maka apa pendapatmu tentang hal
ini dan apakah hal ini sampai kepada perkara yang bid’ah ?
Jawab : Tidak, hal
ini tidak sampai kepada batasan bid’ah dan bukan pula merupakan suatu yang
sunnah. Maka apabila seseorang merasa menambah kekhusyu’an apabila ia
memejamkan kedua matanya dan memati-kan lampu, bahkan akan menjadikannya lebih
jauh dari sifat riya’ maka hal ini tidak mengapa. Walaupun memang bahwasanya
manusia berbeda dalam hal ini, maka tidak sepatutnya untuk mewajibkan atau
menarik/ menekan seseorang kepada pendapat-nya dan mematikan lampu. Sebagian
orang tidak menyukai akan hal itu.
Lansia yang sudah
pikun, bagaimana tentang shoumnya
Soal ke-11 : Seorang
perempuan yang sudah lanjut usianya dan sudah berubah akalnya dengan sebagian
perubahan-perubahan, kemudian ia meninggal dan ia punya hutang shaum dua kali
bulan Ramadhan, sedangkan ia tidak mengetahui Ramadhan dari selainnya disebabkan
karena terjadi hilang ingatan/akalnya (atau terjadi perubahan akalnya). Apakah
bagi anaknya untuk memberikan makanan untuk menggantikan shaumnya ataukah ia
mesti shaum ?
Jawab : Keadaan dia
adalah termasuk orang-orang yang diangkat atau diberikan rukhshah
kepadanya. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
رفَع ْالقَلَم عن َثلاََثةٍ عنِ ْالمَجنونِ حتى
يفِيق وعنِ الصغِيرِ حتى يبلُغَ و عنِ النائِمِ حتى يستيقِظَ
“Diangkat pena dari
tiga orang, dari orang yang gila sehingga ia sadar, dari anak kecil sehingga di
baligh dan dari orang yang tertidur sehingga ia bangun kembali.”
Maka tidak ada
keharusan apa-apa untuknya.
0 komentar:
Posting Komentar