Kamis, 30 April 2020

Soal-Jawab Seputar Puasa Ramadhan



RISALAH RAMADHAN Beberapa Cuplikan Dari Kumpulan 44 Fatwa Muqbil bin Hadi al-Wadi’i

Yang harus dilakukan saat sahur ketika terdengar adzan Subuh

Soal 1 : Apabila seseorang sedang makan sahur kemudian muadzin mengumandangkan adzan apakah wajib baginya untuk membuang/ mengeluarkan apa-apa yang ada di mulutnya

ataukah memakannya ?

Jawab : Adapun yang ada di mulutnya maka tidak boleh untuk mengeluarkannya akan tetapi tidak boleh memakan sesuatu apapun setelahnya kecuali air berdasarkan hadits sunan Abu Dawud dari Abu Hurairah  bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

“Apabila muadzin telah mengumandangkan adzan, sedangkan bejana masih dalam tangan seseorang, maka hendaklah dia mengambil keperluan darinya.”

Maka dengan hadits ini tidak mengapa seseorang untuk meminum apabila telah dikumandangkan adzan oleh muadzin dengan syarat air tersebut masih dipegang oleh tangannya.

Berbuka karena sakit bertahun-tahun

Soal 2: Apa hukumnya orang yang berbuka disebabkan karena sakit yang terus menerus sampai beberapa tahun ?

Jawab: Apabila ditetapkan oleh medis bahwasa-nya dia tidak diharapkan lagi kesembuhan-nya sedangkan Allah Maha Penyembuh dan berapa banyak orang yang sakit yang telah ditetapkan oleh para dokter bahwasanya tidak diharapkan lagi kesembuhannya kemudian Allah Ta’ala menyembuhkannya. Apabila mereka menetapkan tidak diharap-kan sebaikannya, maka tidak mengapa dia berbuka dan memberikan makanan setiap harinya kepada orang miskin. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

{وَعَلَىالَّذِیْنَ یُطِیْقُوْ نَهُ فِدْیَةٌ طَعَامُ مِسْكِیْنَ}

Dan bagi orang-orang yang tidak mampu hendaknya membayar fidyah dengan memberikan makanan kepada orang miskin.”

Demikian pula Anas bin Malik  ketika beliau tidak mampu untuk melaksanakan shaum maka beliau memberikan makanan setiap harinya kepada orang miskin.

Memakai siwak dan sikat gigi/pasta gigi

Soal 3: Apa hukumnya menggunakan hal-hal di bawah ini di siang hari di bulan Ramadhan, diantaranya memakai siwak dan sikat gigi/odol ?

Jawab: Adapun memakai siwak dari batangnya maka ini tidak mengapa, walaupun warna-nya hijau. Adapun odol atau sikat gigi maka kami menasehatkan untuk meninggalkannya di bulan Ramadhan. Dan kami tidak memiliki dalil bahwa itu akan membatalkan shaum, akan tetapi wajib untuk berhati-hati sehingga tidak sampai mengalir atau masuk sesuatau ke dalam perutnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

وبالِغُ فَي الأِستِنشاقإِلاَّ َأنْ تكُونَ صائِما

Dan sempurnakanlah pada waktu istinsyaq kecuali dalam keadaan shaum.”

Karena sesungguhnya apabila dia dalam keadaan shaum maka ditakutkan akan mengalir atau masuk airnya ke dalam perutnya.

Orang pingsan dan muntah

Soal 4:  Demikian pula apa hukumnya orang yang pingsan dan yang muntah ?

Jawab: Adapun orang yang pingsan maka dia tidak dikategorikan membatalkan shaumnya demikian

halnya dengan orang yang muntah. Adapun hadits yang menyatakan,

من قَاءَ فَلاَ قَضاءَ علَيهِ ومن اِستقَاءَ فَعلَيهِ ْالقَضاءَ

“Barangsiapa yang muntah maka tidak ada qadha baginya dan barangsiapa yang sengaja muntah maka hendaknya ia menqadha.” Ini adalah hadits yang lemah.

Mencicipi masakan

Soal 5:  Apa hukumnya seorang perempuan merasakan masakannya ketika ia memasak makanan dengan ujung lidahnya supaya mengetahui apa yang kurang dari bumbu-bumbu masakan tersebut ?

Jawab: Tidak mengapa tentang hal itu, insya Allah. Dan jangan sampai ada yang masuk ke tenggorokannya sesuatu apapun.

Menggunakan peralatan oksigen bagi seseorang yang menderita penyakit sesak nafas

Soal 6: Apa pula hukum menggunakan peralatan oksigen bagi seseorang yang menderita penyakit sesak nafas ?

Jawab: Yang jelas ia bukanlah termasuk makanan atau minuman. Maka aku tidak melihatnya hal ini membatalkan shaum.

Waktu, tempat, dan raka’at sholat tarawih sesuai sunnah

Soal 7: Di tempat kami sangat banyak sekali masjid, sebagiannya melaksanakan shalat dengan 8 rakaat dan sebagiannya 20 rakaat, sebagiannya lagi memanjangkan shalatnya dan sebagian lagi memendekkan. Maka masjid manakah yang benar yang sesuai dengan perbuatan Nabi ?

Jawab : Jika kalian mampu maka hendaknya kalian melaksanakan shalat di masjid pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir dengan sebelas raka’at atau tiga belas raka’at sebagaimana dalam hadits Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tidak menambah raka’at pada bulan Ramadhan atau selainnya dari sebelas raka’at. Dan telah datang pula riwayat yang mengatakan tiga belas raka’at. Dan saya nasehatkan untuk mengakhirkan shalat tarawih pada pertengahan malam atau sepertiga malam terakhir. Karena sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

”Barangsiapa yang takut akan tertidur padaakhir malam maka hendaknya dia witir pada awalnya, dan barangsiapa yang menginginkan untuk bangun di akhir malam maka hendaknya witir pada akhirnya karena sesungguhnya shalat pada akhir malam adalah disaksikan.” (HR.Muslim)

Dan ketika Umar  keluar, beliau mendapati Ubay bin Ka’ab  sedang melaksanakan shalat bersama mereka (orang-orang). Kemudian ia berkata,

“Alangkah nikmatnya satu hal yang baru ini dan orang-orang yang tertidur darinya juga tidak mengapa.”

Maka apabila mereka mampu untuk pergi ke masjid kemudian menegakkan sunnah di sana (di dalamnya) dan melaksanakan shalat pada pertengahan malam atau setelahnya dengan sebelas raka’at dan mereka memanjangkannya sesuai dengan kemampuannya. Karena sesungguhnya shalat malam adalah nafilah dan bukan termasuk ke dalam shalat yang fardhu.

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

“Sesungguhnya aku akan masuk (atau barumulai) dalam shalat maka aku menginginkan untuk memanjangkannya akan tetapi aku tidak meneruskannya karena/ketika aku mendengar suara tangisan seorang bayi karena kasihan pada ibunya.”

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan kepada Muadz bin Jabal , “Apakah engkau telah membuat fitnah, wahai Muadz?” Yaitu disebabkan karena beliau memanjangkannya di dalam shalat. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan juga,

إِذَاصلَّىأَحدكُم لِنفْسِهِ فَلْي َ طولْ ماشاءَ وإِذَا صلَّى

بِالناسِ فَلْيخفِّف َفإِنَّ فِيهِم الضعِيف والمَرِيض وذَا

ْالحَاجةَ

“Apabila salah seorang di antara kalian shalat sendiri, maka hendaknya memanjangkan sekehendaknya dan apabila ia shalat bersama orang orang atau bersama manusia maka hendaklah ia meringankannya karena di antara mereka ada yang lemah, ada yang sakit dan ada yang memiliki kebutuhan.”

Maka ini semua adalah di dalam shalat yang fardhu, adapun di dalam shalat nafilah maka tidak wajib, bahkan seseorang boleh melaksanakan shalat sekehendaknya dan boleh bagi dia untuk beristirahat dari satu raka’at menuju kepada rakaat yang lainnya atau dia pergi dulu ke rumahnya. Dan jika dia mampu untuk melaksanakan shalat di rumahnya, maka ini juga afdhal. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda ketika beliau shalat bersama manusia atau orang-orang dua malam atau tiga malam di bulan Ramadhan, beliau mengatakan,

”Shalat yang paling afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib atau fardhu.”

Bahwa yang paling afdhal shalat bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat yang wajib. Walaupun sebagian orang mengatakan bahwa engkau telah menepati sunnah yang muakkadah dikarenakan menyelisihi syi’ah, karena sesungguhnya mereka melihat bahwa shalat tarawih itu adalah bid’ah. Maka kita tidak menyepakati mereka akan tetapi kita menginginkan untuk menyepakati atau sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan apabila ditakutkan tertidur ataupun disibukkan di dalam rumahnya dari anak-anaknya atau yang lainnya maka kami nasehatkan untuk keluar menuju ke masjid.

Sholat di belakang imam tarawih 20 raka’at

Soal ke-8: Apabila aku shalat di masjid kemudian imam di dalamnya shalat dengan dua puluh rakaat maka apakah aku ikut menyempurnakan bersamanya dalam rangka mengikuti imam ataukah aku shalat delapan raka’at lalu aku witir sendirian kemudian keluar ?

Jawab : Saya nasehatkan hendaknya engkau shalat delapan raka’at saja dan kemudian engkau shalat witir sendirian. Maka sesungguhnya mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam adalah lebih utama, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan,

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melaksanakan sholat.”

Bolehkah sholat tarawih di rumah

Soal ke-9: Apakah dibolehkan bagi seseorang untuk melaksanakan shalat bersama keluarganya di rumah, yaitu shalat tarawih ?

Jawab : Tidak mengapa akan hal itu dan hal itu adalah afdhal sebagaimana yang telah lewat.

Mematikan lampu pada waktu shalat supaya menambah kekhusyu’an

Soal ke-10 : Mematikan lampu pada waktu shalat supaya menambah kekhusyuan sebagaimana yang terjadi pada diri kami dalam bulan Ramadhan. Maka apa pendapatmu tentang hal ini dan apakah hal ini sampai kepada perkara yang bid’ah ?

Jawab : Tidak, hal ini tidak sampai kepada batasan bid’ah dan bukan pula merupakan suatu yang sunnah. Maka apabila seseorang merasa menambah kekhusyu’an apabila ia memejamkan kedua matanya dan memati-kan lampu, bahkan akan menjadikannya lebih jauh dari sifat riya’ maka hal ini tidak mengapa. Walaupun memang bahwasanya manusia berbeda dalam hal ini, maka tidak sepatutnya untuk mewajibkan atau menarik/ menekan seseorang kepada pendapat-nya dan mematikan lampu. Sebagian orang tidak menyukai akan hal itu.

Lansia yang sudah pikun, bagaimana tentang shoumnya

Soal ke-11 : Seorang perempuan yang sudah lanjut usianya dan sudah berubah akalnya dengan sebagian perubahan-perubahan, kemudian ia meninggal dan ia punya hutang shaum dua kali bulan Ramadhan, sedangkan ia tidak mengetahui Ramadhan dari selainnya disebabkan karena terjadi hilang ingatan/akalnya (atau terjadi perubahan akalnya). Apakah bagi anaknya untuk memberikan makanan untuk menggantikan shaumnya ataukah ia mesti shaum ?

Jawab : Keadaan dia adalah termasuk orang-orang yang diangkat atau diberikan rukhshah

kepadanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

رفَع ْالقَلَم عن َثلاََثةٍ عنِ ْالمَجنونِ حتى يفِيق وعنِ الصغِيرِ حتى يبلُغَ و عنِ النائِمِ حتى يستيقِظَ

“Diangkat pena dari tiga orang, dari orang yang gila sehingga ia sadar, dari anak kecil sehingga di baligh dan dari orang yang tertidur sehingga ia bangun kembali.”

Maka tidak ada keharusan apa-apa untuknya.



0 komentar:

Posting Komentar