Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Di kampung saya, terdapat masjid yang ketika shalat terawih di bulan puasa,
imam yang memimpin shalat membaca surat
pendek setelah al-Fatihah dengan melihat Alquran.
Tujuan imam dan pengurus masjid disana, membaca sambil melihat surat Alquran itu
adalah untuk menghatamkan bacaan Alquran di dalam shalat terawih berjamaah
selama sebulan.
Hal ini dilakukan karena memang jamaah di masjid ini tidak ada yang hatam Alquran.
Hal ini dilakukan karena memang jamaah di masjid ini tidak ada yang hatam Alquran.
Pertanyaan saya, apa ada dalilnya seorang imam yang
memimpin shalat berjamaah membaca surat pendek itu dengan melihat Alquran
terlepas dari tujuan yang dimaksud? Kami mohon penjelasnnya beserta dalilnya
dan mohon penjelaasn apakah hal ini sebaiknya boleh atau tidak dilakukan oleh
seorang Imam. terima kasih.
Dari: Muhammad
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala
rasulillah, wa ba’du
Kasus imam yang memimpin shalat jamaah sambil membawa
atau membaca mushaf, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Al-Kasani
menyebutkan,
ولو قرأ المصلي من المصحف
فصلاته فاسدة عند أبي حنيفة. وعند أبي يوسف و محمد: تامة ويكره. وقال الشافعي: لا
يكره.
“Jika ada orang yang shalat sambil membaca mushaf,
maka shalatnya batal menurut Imam Abu Hanifah, sementara menurut Abu Yusuf dan
Muhammad asy-Syaibani (dua murid senior Imam Abu Hanifah), shalatnya sah, namun
makruh. Kemudian Imam asy-Syafii berpendapat, “Tidak makruh.” (Bada’i ash-Shana’i, 1:236).
Selanjutnya al-Kasani menyebutkan alasan masing-masing
pendapat,
Abu Hanifah menganggap ini membatalkan shalat karena
dua hal:
Pertama,
bahwa orang yang shalat sambil membawa mushaf, membolak-balik halaman mushaf,
melihat mushaf, dst. adalah gerakan yang terlalu banyak, padahal itu bukan
bagian dari shalat. Sementara itu juga tidak diperlukan ketika shalat, sehingga
hal ini merusak shalatnya.
Kedua,
orang yang menjadi imam sambil membawa mushaf, dia membaca teks dari mushaf.
Padahal orang yang membaca teks termasuk belajar, sebagaimana dia belajar dari
teks yang lain, sehingga ini bisa membatalkan shalat.
Sementara ulama yang tidak menghukumi batal beralasan
dengan hadis tentang Dzakwan (bekas budak Aisyah)
أن مولى لعائشة يقال له:
ذكوان كان يؤم الناس في رمضان وكان يقرأ من المصحف
“Bahwa mantan budak Aisyah, yang namanya Dzakwan,
beliau mengimami masyarakat ketika Ramadhan dan beliau sambil membaca mushaf.”
Kemudian, melihat mushaf termasuk ibadah, membaca
mushaf juga ibadah, dan menggabungkan satu ibadah dengan ibadah yang lain,
tidak menyebabkan batal. Hanya saja, semacam ini dimakruhkan, karena menyerupai
Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani, yang shalat dengan membaca kitabnya).
Sedangkan Imam asy-Syafi’i beralasan bahwa itu
bukan tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir, karena kita
juga makan apa yang mereka makan, dan itu tidak disebut meniru kebiasaan ahli
kitab. (Bada’i
ash-Shana’i, 1:236)
Badruddin Al-Aini mengatakan:
“Zahirnya menunjukkan bolehnya membaca dari mushaf
ketika shalat. Ini merupakan pendapat Ibnu Sirin, Hasan al-Bashri, al-Hakam,
dan Atha’. Anas bin Malik juga pernah menjadi imam, sementara ada anak di
belakang beliau yang membawa mushaf. Apabila beliau lupa satu ayat, maka si
anak tadi membukakan mushaf untuk beliau. Imam Malik juga membolehkannya ketika
tarawih, sementara an-Nakhai, Said bin Musayib, dan asy-Sya’bi membencinya.
Mereka mengatakan: ‘Itu seperti perbuatan orang Nasrani.’” (Umdatul Qori, Syarh Shahih Bukhari,
5:225)
Lajnah Daimah pernah mendapatkan pertanyaan semacam
ini, selanjutnya mereka menjawab:
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum kasus ini.
Sebagian membencinya, dan mayoritas ulama membolehkannya. Dalam kitab “Qiyam al-Lail wa Qiyam Ramadhan” karya al-Maruzi dinyatakan:
عن ابن أبي مليكة أن
ذكوان أبا عمرو كانت عائشة أعتقته عن دبر فكان يؤمها ومن معها في رمضان في المصحف
Dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa Dzakwan (Abu Amr) –budak
yang dijanjikan bebas oleh Aisyah jika beliau (Aisyah) meninggal- mengimami
Aisyah dan orang-orang bersama Aisyah di bukan Ramadhan dengan membaca mushaf.
(HR. Bukhari secara Muallaq, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf)
Ibnu Wahb mengatakan:
Imam Malik ditanya, ada sebuah kampung yang
masyarakatnya tidak ada yang hafal Alquran. Bolehkah imam membaca mushaf ketika
jamaah? Imam Malik menjawab: “Tidak masalah.”
Kemudian, diantara ulama yang membenci, imam shalat
sambil membaca mushaf adalah Mujahid, Ibrahim, dan Sufyan. Mereka membenci
seseorang mengimami shalat ketika Ramadhan sambil membaca mushaf, khawatir
termasuk tasyabbuh dengan ahli kitab.
Sementara alasan ini dibantah oleh al-Maruzi, dengan
mengatakan:
Membaca Alquran terlalu jauh untuk disebut meniru ahli
kitab, dibandingkan membaca buku-buku matematika. Karena membaca Alquran
termasuk amal shalat, sementara buku-buku berhitung tidak termasuk bagian
shalat.
Maksud al-Maruzi, sebagaimana kita boleh membaca buku
umum yang bermanfaat dan itu tidak teramasuk tasyabbuh terhadap ahli kitab, maka mmebaca Alquran lebih
layak untuk tidak disebut meniru kebiasaan orang kafir. (Fatwa Lajnah Daimah, 579).
Sementara itu, Imam Ibnu Baz berpendapat bahwa hal
semacam ini boleh jika dibutuhkan. Seperti shalat malam ketika Ramadhan yang
panjang bagi imam yang tidak hafal Alquran. Hanya saja beliau menyarakan agar
imam berusaha untuk menghafalkan Alquran, sehingga tidak perlu membawa Alquran
ketika menjadi imam. (Kitab
ad-Dakwah, 2:116)
Inilah saran yang tepat, agar kita bisa terbebas dari
perselisihan pendapat di atas dan berada di posisi yang lebih selamat.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina KonsultasiSyariah.com)
0 komentar:
Posting Komentar