Pertanyaan:
Bagaimana hukum puasa
daud? puasa sehari
selang seling, kan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sering memuji kesalihan Daud
‘alaihissalam.
Jawaban:
Alhamdulillah as sholatu was salaamu ‘ala
rasulillah, amma ba’du.
Puasa Daud hukumnya sunnah, dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Puasa yang paling dicintai oleh Allah adalah puasa Dawud, beliau
(Nabi Dawud) berpuasa sehari dan tidak puasa sehari (puasa sehari selang seling).” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Al Wajiiz fi Fiqhi Sunnah wal Kitabil ‘Aziiz hal. 201). Lalu mungkin ada
pertanyaan, bagaimana kalau
puasa Dawud bertepatan dengan hari Jum’at, atau hari Sabtu atau hari Ahad,
apakah dia boleh berpuasa pada hari itu?
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
Pertanyaan no. 444: “Apabila
ada seseorang yang berpuasa sehari dan tidak puasa sehari, sedangkan ketika itu
giliran puasanya menepati hari Jumat, apakah dia diperbolehkan berpuasa di hari
itu atau tidak?”
Beliau menjawab, “Ya, boleh bagi seseorang apabila dia telah
terbiasa berpuasa sehari dan tidak puasa sehari kemudian dia berpuasa hari
Jumat itu saja (tanpa mengiringi dengan puasa sehari sebelum atau sesudahnya
-pent) atau hari Sabtu saja, atau Ahad, atau di hari-hari yang lainnya selama
tidak menabrak hari-hari terlarang untuk puasa, karena apabila dia menabrak hari-hari
terlarang untuk puasa maka dia haram berpuasa dan wajib baginya meninggalkan
puasanya (tidak boleh puasa). Misalnya apabila ada seorang lelaki yang berpuasa
sehari dan tidak puasa sehari, kemudian (giliran) tidak puasanya bertepatan
dengan hari Kamis sehingga giliran puasa (berikutnya) bertepatan dengan hari
Jumat maka tidak ada halangan baginya untuk berpuasa pada hari Jumat dalam
kondisi demikian, sebab dia tidaklah berpuasa di hari Jumat karena status hari
itu adalah hari Jumat. Akan tetapi karena dia sekedar meneruskan puasa yang
biasa dilakukannya. Adapun apabila dia meneruskan puasa yang biasa dilakukannya
(dan) bertepatan dengan hari terlarang untuk puasa maka wajib baginya
meninggalkan puasa seperti apabila (giliran) puasanya itu bertepatan dengan
hari Idul Adha atau hari Tasyriq, sebagaimana apabila ada seorang perempuan
yang biasa berpuasa sehari dan tidak puasa sehari kemudian dia menjumpai
sesuatu yang menghalanginya untuk berpuasa seperti karena sedang haidh atau
nifas- maka saat itu dia tidak boleh berpuasa.” (Diterjemahkan dari Fatawa Arkanil Islam, hal. 492, cet Dar Ats Tsuraya).
Demikian yang bisa kami jawab, waffaqaniyallahu wa iyaakum
limaa yuhibbuhu wa yardhaahu.
***
Penanya: Anna
Dijawab oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi
Dijawab oleh: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi
(Sumber:konsultasisyariah)
Assalamu'alaikum... Ada hal yg ingin saya tanyakan.
BalasHapusBegini, pada awalnya saya melakukan puasa sehari dan buka sehari, namun krn pola spt itu tidak selalu hr Minggu dalam keadaan berbuka
sedangkan istri ingin ada ksmpatan rutin bagi
keluarga utk makan di luar pd hr Minggu, maka
saya lakukan puasa daud dgn siklus mingguan
yaitu Kamis-Sabtu-Senin-Rabu. Dan saya ulang
pola yg sama pada minggu berikutnya yaitu
Kamis-Sabtu-Senin-Rabu. Terus berulang polanya seperti itu setiap minggu
Apakah tepat yg saya lakukan?
Sedangkan saya berniat bisa puasa daud sambil
tetap menyenangkan istri saya yaitu hari
Minggu adalah hari berbuka sebagaimana
Rasulullah pun mengingatkan agar hak istri
tetap bisa ditunaikan. Di sisi lain ada juga
keuntungan dgn pola yg saya lakukan yaitu hari
Jum'at menjadi hari berbuka sebagaimana
Rasulullah pun sangat menganjurkan agar tidak
berpuasa di hari Jum'at.
Apakah tepat yg saya lakukan?
Bagaimana sebaiknya jalan tengah utk situasi yg
saya hadapi?
Demikian pertanyaan saya.
Terima kasih.
Wassalamu'alaikum