KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu:
Adalah Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam
memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan,
bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan
ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat;
juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan,
barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh
apa-apa'." (HR. Ahmad dan An-Nasa'i)
2. Dari Ubadah bin AshShamit, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Telah datang kepadamu bulan
Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan
menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat
berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para
malaikat-Nya, maka tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu.
Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan
ini. " (HR.Ath-Thabrani, dan para periwayatnya terpercaya).
Al-Mundziri berkata: "Diriwayatkan oleh
An-Nasa'i dan Al-Baihaqi, keduanya dari Abu Qilabah, dari Abu Hurairah, tetapi
setahuku dia tidak pemah mendengar darinya."
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
"Umatku pada bulan Ramadhan
diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau
mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi,
para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza
Wa Jalla setiap hari menghiasi Surga-Nya lalu berfirman (kepada Surga),'Hampir
tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta
mereka menuju kepadamu, 'pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga
mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada
ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, 'Wahai Rasulullah apakah
malam itu Lailatul Qadar' Jawab beliau, 'Tidak. Namun orang yang beramal tentu
diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya.' " (HR. Ahmad)'"
Isnad hadits tersebut dha'if, dan di antara
bagiannya ada nash-Nash lain yang memperkuatnya.
KEUTAMAAN PUASA
1. Dalil :
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alahi wasallam
bersabda:
"Setiap amal yang dilakukan
anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipatnya
bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, 'Kecuali puasa,
itu untuk-Ku dan Aku yang langsung membalasnya. la telah meninggalkan syahwat,
makan dan minumnya karena-Ku.' Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan,
yaitu kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan
Tuhannya. Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kesturi."
2. Bagaimana ber-taqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah?
Perlu diketahui, bahwa ber-taqarrub kepada Allah
tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syahwat ini -yang selain dalam keadaan
berpuasa adalah mubah- kecuali setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan
meninggalkan apa yang diharamkan Allah dalam segala hal, seperti: dusta,
kezhaliman dan pelanggaran terhadap orang lain dalam masalah darah, harta dan
kehormatannya. Untuk itu, Nabi shallallahu 'alahi wasallam bersabda :"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan
dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh dengan puasanya dari makan dan minum."
(HR. Al-Bukhari).
Inti pernyataan ini, bahwa tidak sempurna
ber-taqarrub kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal yang mubah kecuali
setelah ber-taqarrub kepada-Nya dengan meninggalkan hal-hal yang haram.
Dengan demikian, orang yang melakukan hal-hal
yang haram kemudian ber-taqarrub kepada Allah dengan meninggalkan hal-hal yang
mubah, ibaratnya orang yang meninggalkan hal-hal yang wajib dan ber-taqarrub
dengan hal-hal yang sunat.
Jika seseorang dengan makan dan minum berniat
agar kuat badannya dalam shalat malam dan puasa maka ia mendapat pahala
karenanya. Juga jika dengan tidurnya pada malam dan siang hari berniat agar
kuat beramal (bekerja) maka tidurnya itu merupakan ibadah.
Jadi orang yang berpuasa senantiasa dalam
keadaan ibadah pada siang dan malam harinya. Dikabulkan do'anya ketika berpuasa
dan berbuka. Pada siang harinya ia adalah orang yang berpuasa dan sabar, sedang
pada malam harinya ia adalah orang yang memberi makan dan bersyukur.
3. Syarat mendapat pahala puasa :
Di antara syaratnya, agar berbuka puasa dengan
yang halal. Jika berbuka puasa dengan yang haram maka ia termasuk orang yang
menahan diri dari yang dihalalkan Allah dan memakan apa yang diharamkan Allah,
dan tidak dikabulkan do'anya.
Orang berpuasa yang berjihad :
Perlu diketahui bahwa orang mukmin pada bulan
Ramadhan melakukan dua jihad, yaitu :
Jihad untuk dirinya pada siang hari dengan puasa.
Jihad pada malam hari dengan shalat malam.
Barangsiapa yang memadukan kedua jihad ini,
memenuhi segala hak-haknya dan bersabar terhadapnya, niscaya diberikan
kepadanya pahala yang tak terhitung. (Lihat Lathaa'iful Ma 'arif, oleh Ibnu
Rajab, him. 163,165 dan 183).
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam
Islam. Firman Allah Ta'ala :
"Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa. "(Al-Baqarah : 183).
Sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam:
“Islam didirikan di atas lima
sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah
rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
ke Baitul Haram. "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting
untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan
ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah
dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi:
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku
langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu
kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya.
Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa
Ramadhan, harus ada dua syarat berikut ini:
Mengimani dengan benar akan kewajiban ini.
Mengharap pahala karenanya di sisi Allah Ta'ala.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an
sebagai petunjuk bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang
petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih,
yakni shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para
sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam
"Barangsiapa mendirikan shalat
malam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam
mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83
tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan
segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi shallallahu
'alahi wasallam:
"Barangsiapa mendirikan shalat
pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari Allah niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam
terakhir, dan diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di
malam-malam lainnya. Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa
mengharap rahmat Allah dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada
malam-malam itu dengan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh
malam tersebut dengan shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a,
istighfar dan taubat yang sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah
kita, mengampuni, merahmati, dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu
Perang Badar, yang pada keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan
yang bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik
dan kaum musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota
Makkah Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah
manusia ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah
menghancurkan syirik dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah,
dan Makkah pun menjadi negeri Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka,
pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat
dalam bulan Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat
kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk
orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung.
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang –semoga
Allah menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat
pada bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak berguna baginya puasa, haji,
maupun zakat. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang ia tidak dapat tegak
kecuali dengannya. Sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam:
"Jibril datang kepadaku dan berkata,
'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah bulan itu
habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka. Semoga
Allah menjauhkannya. Katakan: Amin!. Aku pun mengatakan: Amin. " (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban
dalam Shahihnya) "' Lihat kitab An Nasha i'hud Diniyyah, him. 37-39.
Maka seyogianya waktu-waktu pada bulan Ramadhan
dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca
Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam
bagi para hamba Allah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan.
Juga wajib menjaga anggota badan dari segala
dosa, seperti berkata yang haram, melihat yang haram, mendengar yang haram,
minum dan makan yang haram agar puasanya menjadi bersih dan diterima serta
orang yang berpuasa memperoleh ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
Tentang keutamaan Ramadhan, Rasulullah
shallallahu 'alahi wasallam bersabda:
'"Aku melihat seorang
laki-laki dari umatku terengah-tengah kehausan, maka datanglah kepadanya puasa
bulan Ramadhan lalu memberinya minum sampai kenyang " (HR. At-Tirmidzi, Ad-Dailami dan
Ath-Thabarani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir dan hadits ini hasan).
"Shalat lima waktu, shalat
Jum'at ke shalat Jum'at lainnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya
menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antaranya jika dosa-dosa besar ditinggalkan.
" (HR.Muslim).
Jadi hal-hal yang fardhu ini dapat menghapuskan
dosa-dosa kecil, dengan syarat dosa-dosa besar ditinggalkan. Dosa-dosa besar,
yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman di dunia dan siksaan di akhirat.
Misalnya: zina, mencuri, minum arak, mencaci kedua orang tua, memutuskan
hubungan kekeluargaan, transaksi dengan riba, mengambil risywah (uang suap),
bersaksi palsu, memutuskan perkara dengan selain hukum Allah.
Seandainya tidak terdapat dalam bulan Ramadhan
keutamaan-keutamaan selain keberadaannya sebagai salah satu fardhu dalam Islam,
dan waktu diturunkannya Al-Qur'anul Karim, serta adanya Lailatul Qadar -yang
merupakan malam yang lebih balk daripada seribu bulan- di dalamnya, niscaya itu
sudah cukup, Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya. (Lihat kitab Kalimaat
Mukhtaarah, hlm. 74 - 76).
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PUASA RAMADHAN
1. Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan
bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman
Allah Ta 'ala:
" …….dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam ... "(Al-Baqarah: 187),
2. Kapan dan bagaimana puasa Ramadhan diwajibkan?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah
terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan
wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang
dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang
yang dipercaya.
3. Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim
yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
4. Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada
empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
5. Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh
berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada
umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
6 Syarat sahnya puasa.
Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum
masuk Islam.
Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali
berakal.
Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum
dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid,
sebelum berhenti haidnya.
Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas,
sebelum suci dari nifas.
Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam
puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alahi wasallam : "Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada
malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. " (HR.Ahmad,
Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Ia adalah hadits mauquf
menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa
kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di
salah satu bagian malam.
SUNNAH-SUNNAH PUASA
Sunah puasa ada enam :
Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam,
selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.
Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari
terbenam.
Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga
shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda
kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca
Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya.
Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya
berpuasa," dan jangan membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki
orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya;
tetapi membalas itu semua dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar
dari dosa.
Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang
diinginkan. Seperti membaca do'a : "Ya
Allah hanya untuk-Mu aku beupuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka.
Mahasuci Engkau dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "
Berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya
maka dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
HUKUM ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Diperbolehkan tidak puasa pada bulan Ramadhan
bagi empat golongan:
Orang sakit yang berbahaya baginya jika berpuasa
dan orang bepergian yang boleh baginya mengqashar shalat. Tidak puasa bagi
mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib menggadhanya. Namun jika mereka
berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat pahala). Firman Allah Ta'ala:
" …..Maka barangsiapa di
antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain... " (Al-Baqarah:184).
Maksudnya, jika orang sakit dan orang yang
bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha (menggantinya) sejumlah hari yang
ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan Ramadhan.
Wanita haid dan wanita nifas: mereka tidak
berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah puasanya. Aisyah
radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid,
maka diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha
shalat. " (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Wanita hamil dan wanita menyusui, jika khawatir
atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa dan harus meng-qadha
serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Jika
mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas kesehatan diri
mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus meng-qadha saja.
Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan ole h Abu Dawud. '7,
Lihat kitab Ar Raudhul Murbi', 1/124.
Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau
sakit yang tidak ada harapan sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi
makan seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu
Abbas menurut riwayat Al-Bukhari. (Lihat kitab Tafsir Ibnu Kalsir,
1/215). Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam
tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya. Lihat kitab
'Lrmdatul Fiqh, oleh Ibnu Qudamah, hlm. 28.
Hukum jima'pada siang hari bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada
siang hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan
membayar kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya.
Jika tidak mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika
tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka
bebaslah ia dari kafarah itu. Firman Allah Ta'ala.
"Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (Al-Baqarah: 285). Lihat kitab
Majalisu Syahri Ramadhan, hlm. 102 - 108.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan
karena lupa maka tidak batal puasanya.
Jima' (bersenggama).
Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk
dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang
yang berpuasa.
Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena
onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar
mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang
wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari
atau sore hari sebelum terbenam matahari.
Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau
minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam “Barangsiapa
yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang
muntah dengan sengaja maka wajib qadha. " (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : "Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka
ia tidak (wajib) mengganti puasanya)." DiriwayatRan oleh Al-Harbi
dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihRan
oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita
darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya
lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'aam:
88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu
yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika
tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna
empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib
menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang
lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat
Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya
dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram,
makan dan minum yang haram.
Puasa yang disunatkan :
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal,
3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu
tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh),
hari Senin dan Kamis,
9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih
ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah),
hari 'Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari
sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang
mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.
PESAN DAN NASEHAT
Manfaatkan dan pergunakan masa hidup Anda,
kesehatan dan masa muda Anda dengan amal kebaikan sebelum maut datang
menjemput. Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat dalam setiap
waktu dari segala dosa dan perbuatan terlarang. Jagalah fardhu-fardhu Allah dan
perintah-perintah-Nya serta jauhilah apa-apa yang diharamkan dan dilarang-Nya,
baik pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya.
Jangan sampai Anda menunda-nunda taubat, lain
Anda pun mati dalam keadaan maksiat sebelum sempat bertaubat, karena Anda tidak
tahu apakah Anda dapat menjumpai lagi bulan Ramadhan mendatang atau tidak?
Bersungguh-sungguhlah dalam mengurus keluarga,
anak-anak dan siapa saja yang menjadi tanggung jawab Anda agar mereka taat
kepada Allah dan menjauhkan diri dari maksiat kepada-Nya. Jadilah suri tauladan
yang baik bagi mereka dalam segala bidang, karena Andalah pemimpin mereka dan
bertanggung jawab atas mereka di hadapan Allah Ta'ala. Bersihkan rumah Anda
dari segala bentuk kemungkaran yang menjadi penghalang untuk berdzikir dan
shalat kepada Allah.
Sibukkan diri dan keluarga Anda dalam hal yang
bermanfaat bagi Anda dan mereka. Dan ingatkan mereka agar menjauhkan diri dari
hal yang membahayakan mereka dalam agama, dunia dan akhirat mereka.
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita
semua untuk amal yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat dan salam semoga juga
dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para
sahabatnya.
QIYAM RAMADHAN
1.Dalilnya :
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat
malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Dari Abdurrahman bin Auf radhiallahu 'anhu
bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebut bulan Ramadhan
seraya bersabda :
"Sungguh, Ramadhan adalah
bulan yang diwajibkan Allah puasanya dan kusunatkan shalat malamnya. Maka
barangsiapa menjalankan puasa dan shalat malam pada bulan itu karena iman dan
mengharap pahala, niscaya bebas dari dosa-dosa seperti saat ketika dilahirkan
ibunya." (HR. An-Nasa'i, katanya: yang benar adalah dari Abu
Hurairah)," Menurut Al Arna'uth dalam "Jaami'ul Ushuul", juz 6,
hlm. 441, hadits ini hasan dengan adanya nash-nash lain yang memperkuatnya.
2. Hukumnya:
Qiyam Ramadhan (shalat malam Ramadhan) hukumnya
sunnah mu 'akkadah (ditekankan), dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dan beliau anjurkan serta sarankan kepada kaum Muslimin. Juga
diamalkan oleh Khulafa' Rasyidin dan para sahabat dan tabi'in. Karena itu,
seyogianya seorang muslim senantiasa mengerjakan shalat tarawih pada bulan
Ramadhan dan shalat malam pada sepuluh malam terakhir, untuk mendapatkan
Lailatul Qadar
3, Keutamaannya:
Qiyamul lail (shalat malam) disyariatkan pada
setiap malam sepanjang tahun. Keutamaannya besar dan pahalanya banyak.
Firman Allah Ta'ala :
"Lambung mereka jauh dari
tempat tidurnya ''( Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur,
untuk mengejakan shalat malam) , sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan
rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebahagian dari rizki yang Kami
berikan kepada mereka."(AsSajdah: 16).
Ini merupakan sanjungan dan pujian dari Allah
bagi orang-orang yang mendirikan shalat tahajjud di malam hari. Dan sanjungan
Allah kepada kaum lainnya dengan firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali tidur
di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka momohon ampun (kepada Allah)."(Adz-Dzaariyaat: 17-18).
"Dan orang-orang yang melalui
malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Al-Furqaan: 64).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (dengan
mengatakan: Hadits ini hasan shahih dan hadist ini dinyatakan shahih oleh
Al-Hakim) dari Abdullah bin Salam, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
“Wahai sekalian manusia, sebarkan
salam, berilah orang miskin makan, sambungkan tali kekeluargaan dan shalatlah
pada waktu malam ketika semua manusia tidur, niscaya kalian masuk Surga dengan
selamat."
Juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Bilal,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah kamu mendirikan
shalat malam karena itu tradisi orang-orang shalih sebelummu. Sungguh, shalat
malam mendekatkan dirimu kepada Tuhanmu, menghapuskan kesalahan, menjaga diri
dari dosa dan mengusir penyakit dari tubuh" (Hadits ini dinyatakan shahih oleh
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/308),
Dalam hadits kaffarah dan derajat, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dan termasuk derajat: memberi
makan, berkata baik, dan mendirikan shalat malam ketika orang-orang tidur': dinyatakan shahih oleh Al-Bukhari dan
At-Tirmidzi)" Lihat kitab Wazhaa'ifu Ramadhan, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 42,
43.
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam :
"Sebaik-baik shalat setelah
fardhu adalah shalat malam." (HR. Muslim).
4, Bilangannya :
Termasuk shalat malam: witir, paling sedikit
satu raka'at dan paling banyak 11 raka'at. Boleh melakukan witir dengan satu
raka'at saja, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin
melakukan witir dengan satu raka'at maka lakukanlah." HR.
Abu Dawud dan An-Nasa'i.
Atau witir dengan tiga raka'at, berdasarkan
sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa yang ingin
melakukan witir dengan tiga raka 'at maka lakukanlah." (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)·
Hal ini boleh dilakukan dengan sekali salam,
atau shalat dua raka'at dan salam kemudian shalat raka'at ketiga.
Atau witir dengan lima raka'at, dilakukan tanpa
duduk dan tidak salam kecuali pada akhir raka'at.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"Barangsiapa ingin melakukan
witir dengan lima raka'at maka lakukanlah."(HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i).
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, beliau mengatakan:
"Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam biasanya shalat malam tiga belas raka'at, termasuk di dalamnya witir
dengan lima raka 'at tanpa duduk di salah satu raka'at pun kecuali pada raka'at
terakhir." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ketiga hadits tersebut dinyatakan shahih oleh
Ibnu Hibban.
Atau witir dengan tujuh raka'at; dilakukan
sebagaimana lima raka'at. Berdasarkan penuturan Ummu Salamah radhiallahu 'anha :
"Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam biasanya melakukan witir dengan tujuh dan lima raka'at tanpa diselingi
dengan salam dan ucapan."(HR, Ahmad, An-Nasa'i dan Ibnu Majah).
Boleh juga melakukan witir dengan sembilan,
sebelas, atau tiga belas raka'at. Dan yang afdhal adalah salam setiap dua
rakaat kemudian witir dengan satu raka'at.
Shalat malam pada bulan Ramadhan memiliki
keutamaan dan keistimewaan atas shalat malam lainnya.
5. Waktunya :
Shalat malam Ramnahaan mencakup shalat pada
permulaan malam dan pada akhir malam.
6. Shalat Tarawih:
Shalat tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena
itu, hendaklah bersungguh-sungguh dan memperhatikannya serta mengharapkan
pahala dan balasannya dari Allah. Malam Ramadhan adalah kesempatan yang
terbatas bilangannya dan orang mu'min yang berakal akan memanfaatkannya dengan
baik tanpa terlewatkan.
Jangan sampai ditinggalkan shalat tarawih, agar
memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan jangan pulang dari shalat tarawih
sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir, agar mendapatkan pahala
shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam :
"Barangsiapa mendirikan shalat
malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Para penulis kitab Sunan,dengan
sanad shahih) Lihat kitab Majalisu Syahri Ramndhan, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin,
him. 26-30.
Shalat tarawih adalah sunat, dilakukan dengan
berjama'ah lebih utama. Demikian yang masyhur dilakukan para sahabat, dan
diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi demi generasi. Shalat ini tidak ada
batasannya. Boleh melakukan shalat 20 raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13
raka'at; semuanya baik. Banyak atau sedikitnya raka'at tergantung pada panjang
atau pendeknya bacaan ayat. Dalam shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah,
dihayati dan membaca dengan pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan
tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan
11 raka'at.(Yaitu berdasarkan hadits Aisyah radiallahu'anha yang artinya : " Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih
dari sebelas rakaat". (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i)
MEMBACA AL-QUR'ANUL KARIM DI BULAN RAMADHAN DAN
LAINNYA
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya kitab Al-Qur'an sebagai penjelasan atas segala sesuatu,
petunjuk, rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan
salam senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus
Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
Adalah ditekankan bagi seorang muslim yang
mengharap rahmat Allah dan takut akan siksa-Nya untuk memperbanyak membaca
Al-Qur'anul Karim pada bulan Ramadhan dan buian-bulan lainnya untuk mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala, mengharap ridha-Nya, memperoleh keutamaan dan
pahala-Nya. Karena Al-Qur'anul Karim adalah sebaik-baik kitab, yang diturunkan
kepada Rasul termulia, untuk umat terbaik yang pernah dilahirkan kepada umat
manusia; dengan syari'at yang paling utama, paling mudah, paling luhur dan
paling sempurna.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca oleh setiap
orang muslim, direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya,
kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya
dan pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat.
Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca
Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan
tidak celaka di akhirat, dengan firmanNya "Maka
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka." (Thaha:123),
Janganlah seorang muslim memalingkan diri dari
membaca kitab Allah, merenungkan dan mengamalkan isi kandungannya. Allah telah
mengancam orang-orang yang memalingkan diri darinya dengan firman-Nya :
"Barangsiapa berpaling dari
Al-Qur'an maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari Kiamat."(Thaha : 100),
"Dan barangsiapa berpaling
dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124),
Di antara keutamaan Al-Qur'an :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Kami turunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. " (An-Nahl: 89),
2. Firman Allah Ta'ala .
“.. Sesungguhnya telah datang
kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah
Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan,
dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki
mereka ke jalan yang lurus. " (Al-Ma'idah: 15-16).
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman." (Yunus: 57).
4. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
:
"Bacalah Al-Qur'an, karena ia
akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at bagi pembacanya." (HR. Muslim dari Abu Umamah).
5. Dari An-Nawwas bin Sam'an radhiallahu 'anhu,
katanya : Aku mendengar Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Didatangkan pada hari Kiamat
Al-Qur'an dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia,
dengan didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua
surat ini." (HR, Muslim).
6. Dari Utsman bin Affan radhiallahu 'anhu,
katanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah
orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhar)
7. Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, katanya :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membaca satu
huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu
dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu
huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu huruf." (HR. At-Tirmidzi, katanya: hadits
hasan shahih).
8. Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu
'anhuma, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Dikatakan kepada pembaca
Al-Qur'an: "Bacalah, naiklah dan bacalah dengan pelan sebagaimana yang
telah kamu lakukan di dunia, karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang
kamu baca."(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan mengatakan: hadits hasan shahih).
9. Dari Aisyah radhiallahu 'anhu, katanya : Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Orang yang membaca Al-Qur'an
dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang
yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala." (Hadits Muttafaq 'Alaih). Dua
pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya.
10. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak boleh hasut kecuali
dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu
diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta
lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang "(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Yang dimaksud hasut di sini yaitu mengharapkan
seperti apa yang dimiliki orang lain. ( Lihat kitab Riyadhus Shaalihiin, hlm.
467-469.)
Maka bersungguh-sungguhlah -semoga Allah
menunjuki Anda kepada jalan yang diridhaiNya untuk mempelajari Al-Qur'anul
Karim dan membacanya dengan niat yang ikhlas untuk Allah Ta'ala.
Bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari maknanya dan mengamalkannya, agar
mendapatkan apa yang dijanjikan Allah bagi para ahli Al-Qur'an berupa keutamaan
yang besar, pahala yang banyak, derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.
Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dahulu jika mempelajari
sepuluh ayat dari Al-Qur'an, mereka tidak melaluinya tanpa mempelajari makna
dan cara pengamalannya.
Dan perlu Anda ketahui, bahwa membaca Al-Qur'an
yang berguna bagi pembacanya, yaitu membaca disertai merenungkan dan memahami
maknanya, perintah-perintahnya dan larangan-larangannya. Jika ia menjumpai ayat
yang memerintahkan sesuatu maka ia pun mematuhi dan menjalankannya, atau
menjumpai ayat yang melarang sesuatu maka iapun meninggalkan dan menjauhinya.
Jika ia menjumpai ayat rahmat, ia memohon dan mengharap kepada Allah
rahmat-Nya; atau menjumpai ayat adzab, ia berlindung kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan takut akan siksa-Nya. Al-Qur'an itu menjadi hujjah bagi orang yang
merenungkan dan mengamalkannya; sedangkan yang tidak mengamalkan dan
memanfaatkannya maka Al-Qur'an itu menjadi hujjah terhadap dirinya
(mencelakainya).
Firman Allah Ta 'ala :
"lni adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapatkan
pelajaran." (Shad: 29).
Bulan Ramadhan memiliki kekhususan dengan
Al-Qura'nul Karim, sebagaimana firman Allah: "Bulan
Ramadhan, yang di dalamnya diturunkan permulaan Al-Qur'an ... "(Al-Baqarah:
185).
Dan dalam hadits shahih dari Ibnu Abbas,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertemu dengan Jibril pada bulan
Ramadhan setiap malam untuk membacakan kepadanya Al-Qur'anul Karim.
Hal itu menunjukkan dianjurkannya mempelajari
Al-Qur'an pada bulan Ramadhan dan berkumpul untuk itu, juga membacakan
Al-Qur'an kepada orang yang lebih hafal. Dan juga menunjukkan dianjurkannya
memperbanyak bacaan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.
Tentang keutamaan berkumpul di masjid-masjid
untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Tidaklah berkumpul suatu kaum
di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah dan mempelajarinya di
antara mereka, kecuali turunlah ketenangan atas mereka, serta mereka diliputi
rahmat, dikerumuni para malaikat dan disebut-sebut oleh Allah kepada para
malaikat di hadapan-Nya." (HR. Muslim).
Ada dua
cara untuk mempelajari Al-Qur'anul Karim:
1. Membaca ayat yang dibaca sahabat Anda.
2. Membaca ayat sesudahnya. Namun cara pertama
lebih baik.
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas disebutkan pula
mudarasah antara Nabi dan Jibril terjadi pada malam hari. Ini menunjukkan
dianjurkannya banyak-banyak membaca Al-Qur'an di bulan Ramadhan pada malam
hari, karena malam merupakan waktu berhentinya segala kesibukan, kembali
terkumpulnya semangat dan bertemunya hati dan lisan untuk merenungkan. Seperti
dinyatakan dalam firman Allah :
"Sesungguhnya bangun di waktu
malam adalah lebih tepat (untuk khusyu '), dan bacaan di waktu itu lebih
berkesan."(Al-Muzzammil: 6).
Disunatkan membaca Al-Qur'an dalam kondisi
sesempurna mungkin, yakni dengan bersuci, menghadap kiblat, mencari waktu-waktu
yang paling utama seperti malam, setelah maghrib dan setelah fajar.
Boleh membaca sambil berdiri, duduk, tidur,
berjalan dan menaiki kendaraan. Berdasarkan firman Allah :
"(Yaitu) orang-orang yang
dzikir kedada Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring...
"(A1'Imran:
191).
Sedangkan Al-Qur'anul Karim merupakan dzikir
yang paling agung.
KADAR BACAAN YANG DISUNATKAN
Disunatkan mengkhatamkan Al-Qur'an setiap
minggu, dengan setiap hari membaca sepertujuh dari Al-Qur'an dengan melihat
mushaf, karena melihat mushaf merupakan ibadah. Juga mengkhatamkannya kurang
dari seminggu pada waktu-waktu yang mulia dan di tempat-tempat yang mulia,
seperti: Ramadhan, Dua Tanah Suci dan sepuluh hari Dzul Hijjah karena
memanfaatkan waktu dan tempat. Jika membaca Al-Qur'an khatam dalam setiap tiga
hari pun baik, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada
Abdullah bin Amr :
"Bacalah Al-Qur'an itu dalam
setiap tiga hari "( Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh Ibnu Katsir, him. 169-172 dan
Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, hlm. 107.)
Dan makruh menunda khatam Al-Qur'an lebih dari
empat puluh hari, bila hal tersebut dikhawatirkan membuatnya lupa. Imam Ahmad
berkata : "Betapa berat beban
Al-Qur'an itu bagi orang yang menghafalnya kemudian melupakannya."
Dilarang bagi yang berhadats kecil maupun besar
menyentuh mushaf, dasarnya firman Allah Ta 'ala :
"Tidak menyentuhnya kecuali
hamba-hamba yang disucikan."(Al-Waqi'ah: 79).
Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassallam :
"Tidak dibenarkan menyentuh
Al-Qur'an ini kecuali orang yang suci. " (HR. Malik dalam
Al-Muwaththa,Ad-Daruquthni dan lainnya)" (Hai ini diperkuat hadits Hakim
bin Hizam yang lafazhnya: "Jangan
menyentuh Al-qur'an kecuali jika kamu suci." (HR. Ath-Thabrani
dan Al-Hakim dengan menyatakannya shahih).
AL-QUR'ANUL KARIM SYARI'AT SEMPURNA
Asy-Syathibi dalam kitab Al-Muwaafaqaat
mengatakan : "Sudah menjadi kesepakatan bahwa kitab yang mulia ini adalah
syari'at yang sempurna, sendi agama, sumber hikmah, bukti kerasulan, cahaya
penglihatan dan hujjah. Tiada jalan menuju Allah selainnya, tiada keselamatan
kecuali dengannya dan tidak ada yang dapat dijadikan pegangan sesuatu yang
menyelisihinya. Kalau demikian halnya, mau tidak mau bagi siapa yang hendak
mengetahui keuniversalan syariat, berkeinginan mengenal tujuan-tujuannya serta
mengikuti jejak para ahlinya harus menjadikannya sebagai kawan bercakap dan
teman duduknya sepanjang siang dan malam dalam teori dan praktek; maka dekat
waktunya ia mencapai tujuan dan menggapai cita-cita serta mendapati dirinya
termasuk orang-orang pendahulu, dan dalam rombongan pertama jika ia mampu. Dan
tidaklah mampu atas hal itu kecuali orang yang senantiasa menggunakan apa yang
dapat membantunya, yaitu sunnah yang menjelaskan kitab ini. Selainnya, adalah
ucapan para imam terkemuka dan salaf pendahulu yang dapat membimbingnya dalam
tujuan yang mulia ini." ( Lihat AI Muwafaqaat, oleh Asy-Syathibi, 31224.)
HUKUM MELAGUKAN AL-QUR'AN
Pembaca dan pendengar Al-Qur'an yang hatinya
disibukkan dengan lagu dan sejenisnya -yang dapat mengakibatkan perubahan
firman Allah, padahal kita diperintahkan untuk memperhatikannya sebenamya menghalangi
hatinya dari apa yang dikehendaki Allah dalam kitab-Nya, memutuskannya dari
pemahaman firman-Nya. Mahasuci firman Allah dari hal itu semua. Imam Ahmad
melarang talhin dalam membaca Al-Qur'an, yaitu yang menyerupai lagu, beliau
berkata : "Itu bid'ah.”
Ibnu Katsir rahimahullah dalam Fadhaa 'ilul
Qur'an mengatakan: "Sasaran yang
diminta menurut syara' tiada lain yaitu memperindah suara yang dapat mendorong
untuk merenungkan dan memahami Al-Qur'an yang mulia dengan khusyu', tunduk, dan
patuh penuh ketaatan. Adapun suara-suara dengan lagu yang diada-adakan yang
terdiri atas nada dan irama yang melalaikan, serta aturan musikal, maka
Al-Qur'an adalah suci; dari hal ini dan tak layak jika dalam membacanya
diperlakukan demikian." (Lihat kitab Fadhaa'ilul qur'an, oleh
Ibnu Katsir, him. 125-126.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Irama-irama yang dilarang para ulama untuk
membaca Al-Qur'an yaitu yang dapat memendekkan huruf yang panjang, memanjangkan
yang pendek, menghidupkan huruf yang mati dan mematikan yang hidup. Mereka
lakukan hal itu supaya sesuai dengan irama lagu-lagu yang merdu. Jika hal itu
dapat mengubah aturan Al-Qur'an dan menjadikan harakat sebagai huruf, maka
haram hukumnya”.(Lihat Haasyiatu Muqaddimatit Tafsiir, oleh Ibnu Qaasim, him.
107.)
SEDEKAH DI BULAN RAMADHAN
Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim,
dari Ibnu Abbas raldhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada
bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril untuk membacakan kepadanya
Al-Qur'an. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan
kepadanya Al-Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditemui
Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ahmad dengan
tambahan:
"Dan beliau tidak pernah
dimintai sesuatu kecuali memberikannya. "
Dan menurut riwayat Al-Baihaqi, dari Aisyah
radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam jika masuk bulan Ramadhan membebaskan setiap tawanan dan
memberi setiap orang yang meminta. "
Kedermawanan adalah sifat murah hati dan banyak
memberi. Allah pun bersifat Maha Pemurah, Allah Ta'ala Maha Pemurah,
kedermawanan-Nya berlipat ganda pada waktu-waktu tertentu seperti bulan
Ramadhan.
Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah manusia yang paling dermawan, juga paling mulia, paling berani dan amat
sempurna dalam segala sifat yang terpuji; kedermawanan beliau pada bulan
Ramadhan berlipat ganda dibanding bulan-bulan lainnya, sebagaimana kemurahan
Tuhannya berlipat ganda pada bulan ini.
Berbagai pelajaran yang dapat diambil dari
berlipatgandanya kedermawanan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di bulan
Ramadhan :
Bahwa kesempatan ini amat berharga dan
melipatgandakan amal kebaikan.
Membantu orang-orang yang berpuasa dan berdzikir
untuk senantiasa taat, agar memperoleh pahala seperti pahala mereka;
sebagaimana siapa yang membekali orang yang berperang maka ia memperoleh
seperti pahala orang yang berperang, dan siapa yang menanggung dengan baik
keluarga orang yang berperang maka ia memperoleh pula seperti pahala orang yang
berperang. Dinyatakan dalam hadits Zaid bin Khalid dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Barangsiapa memberi makan
kepada orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa itu
tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya. " (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Bulan Ramadhan adalah saat Allah berderma kepada
para hamba-Nya dengan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api Neraka, terutama
pada Lailatul Qadar Allah Ta 'ala melimpahkan kasih-Nya kepada para hamba-Nya
yang bersifat kasih, maka barangsiapa berderma kepada para hamba Allah niscaya
Allah Maha Pemurah kepadanya dengan anugerah dan kebaikan. Balasan itu adalah
sejenis dengan amal perbuatan.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama
termasuk sebab masuk Surga. Dinyatakan dalam hadits Ali radhiallahu 'anhu,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh di Surga terdapat
ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian
dalamnya dapat dilihat dari luar. " Maka berdirilah kepada beliau seorang
Arab Badui seraya berkata: Untuk siapakah ruangan-ruangan itu wahai Rasulullah?
jawab beliau: "Untuk siapa saja yang berkata baik, memberi makan, selalu
berpuasa dan shalat malam ketika orang-orang dalam keadaan tidur. " (HR. At-Tirmidzi dan Abu Isa berkata,
hadits ini gharib)
Semua kriteria ini terdapat dalam bulan
Ramadhan. Terkumpul bagi orang mukmin dalam bulan ini; puasa, shalat malam,
sedekah dan perkataan baik. Karena pada waktu ini orang yang berpuasa dilarang
dari perkataan kotor dan perbuatan keji. Sedangkan shalat, puasa dan sedekah
dapat menghantarkan pelakunya kepada Allah Ta 'ala.
Puasa dan sedekah bila dikerjakan bersama-sama
lebih dapat menghapuskan dosa-dosa dan menjauhkan dari api Neraka Jahannam,
terutama jika ditambah lagi shalat malam. Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu merupakan perisai
bagi seseorang dari api Neraka, sebagaimana perisai dalam peperangan " ( Hadits riwayat Ahmad, An-Nasa'i
dan Ibnu Majah dari Ustman bin Abil-'Ash; juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah
dalam Shahihnya serta dinyatakan shahih oleh Hakim dan disetujui Adz-Dzahabi.)
Hadits riwayat Ahmad dengan isnad hasan dan Al-Baihaqi.
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abu Hurairah
bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Puasa itu perisai dan benteng
kokoh yang melindungi seseorang) dari api Neraka"
Dan dalam hadits Mu'adz radhiallahu 'anhu,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sedekah dan shalat seseorang
di tengah malam dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api" (Hadist riwayat At-Tirmidzi dan
katrrnya. "Hadits hasan shnhih. "
Dalam puasa, tentu terdapat kekeliruan serta
kekurangan. Dan puasa dapat menghapuskan dosa-dosa dengan syarat menjaga diri
dari apa yang mesti dijaga. Padahal kebanyakan puasa yang dilakukan kebanyakan
orang tidak terpenuhi dalam puasanya itu penjagaan yang semestinya. Dan dengan
sedekah kekurangan dan kekeliruan yang terjadi dapat terlengkapi. Karena itu
pada akhir Ramadhan, diwajibkan membayar zakat fitrah untuk mensucikan orang
yang berpuasa dari perkataan kotor dan perbuatan keji.
Orang yang berpuasa meninggalkan makan dan
minumnya. Jika ia dapat membantu orang lain yang berpuasa agar kuat dengan
makan dan minum maka kedudukannya sama dengan orang yang meninggalkan
syahwatnya karena Allah, memberikan dan membantukannya kepada orang lain. Untuk
itu disyari'atkan baginya memberi hidangan berbuka kepada orang-orang yang
berpuasa bersamanya, karena makanan ketika itu sangat disukainya, maka
hendaknya ia membantu orang lain dengan makanan tersebut, agar ia termasuk
orang yang memberi makanan yang disukai dan karenanya menjadi orang yang
bersyukur kepada Allah atas nikmat makanan dan minuman yang dianugerahkan
kepadanya, di mana sebelumnya ia tidak mendapatkan anugerah tersebut. Sungguh
nikmat ini hanyalah dapat diketahui nilainya ketika tidak didapatkan. (Lihat
kitab Larhaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178.)
Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya (kepada kita
semua). Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi kita
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
TAFSIRAN AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka
barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka) maka (wajiblah baginya bevpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak beupuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui "(Al-Baqarah: 183-184)
Allah berfirman yang ditujukan kepada
orang-orang beriman dari umat ini, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu
menahan dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah
Ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, juga
menjernihkannya dari pikiran-pikiran yang buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas
umat ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu
sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan. Maka, hendaknya mereka
berusaha menjalankan kewajiban ini secara lebih sempurna dibanding dengan apa
yang telah mereka kerjakan. (Tafsir Ibn Katsir, 11313.)
Lalu, Dia memberikan alasan diwajibkannya puasa
tersebut dengan menjelaskan manfaatnya yang besar dan hikmahnya yang tinggi.
Yaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah,
Yakni dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang dibolehkan, semata-mata
untuk mentaati perintah Allah dan mengharapkan pahala di sisi-Nya. Agar orang
beriman termasuk mereka yang bertaqwa kepada Allah, taat kepada semua
perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan dan segala yang diharamkan-Nya.
(Tafsir Ayaatul Ahkaam, oleh Ash Shabuni, I/192.)
Ketika Allah menyebutkan bahwa Dia mewajibkan
puasa atas mereka, maka Dia memberitahukan bahwa puasa tersebut pada hari-hari
tertentu atau dalam jumlah yang relatif sedikit dan mudah. Di antara
kemudahannya yaitu puasa tersebut pada bulan tertentu, di mana seluruh umat
Islam melakukannya.
Lalu Allah memberi kemudahan lain, seperti
disebutkan dalam firman-Nya:
"Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
" (Al-Baqarah:
184)
Karena biasanya berat, maka Allah memberikan
keringanan kepada mereka berdua untuk tidak berpuasa. Dan agar hamba
mendapatkan kemaslahatan puasa, maka Allah memerintahkan mereka berdua agar
menggantinya pada hari-hari lain. Yakni ketika ia sembuh dari sakit atau tak
lagi melakukan perjalanan, dan sedang dalam keadaan luang. (Lihat kitab
Tafsiirul Lat'nifil Mannaan fi Khulaashati Tafsiiril Qur'an, oleh Ibnu Sa'di,
hlm. 56.)
Dan firman Allah Ta 'ala :
"Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain." (Al-Baqarah : 184)
Maksudnya, seseorang boleh tidak berpuasa ketika
sedang sakit atau dalam keadaan bepergian, karena hal itu berat baginya. Maka
ia dibolehkan berbuka dan mengqadha'nya sesuai dengan bilangan hari yang
ditinggalkannya, pada hari-hari lain.
Adapun orang sehat dan mukim (tidak bepergian)
tetapi berat (tidak kuat) menjalankan puasa, maka ia boleh memilih antara berpuasa
atau memberi makan orang miskin. Ia boleh berpuasa, boleh pula berbuka dengan
syarat memberi makan kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkannya. Jika ia memberi makan lebih dari seorang miskin untuk setiap
harinya, tentu akan lebih baik. Dan bila ia berpuasa, maka puasa lebih utama
daripada memberi makanan. Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhum
berkata: "Karena itulah Allah berfirman :
"Dan berpuasa lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. " (Tafsir Ibnu
Katsir; 1/214)
Firman Allah Ta 'ala :
"(Beberapa hari yang
ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu,
barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu
maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Allah memberitahukan bahwa bulan yang di
dalamnya diwajibkan puasa bagi mereka itu adalah bulan Ramadhan. Bulan di mana
Al-Qur'an –yang dengannya Allah memuliakan umat Muhammad- diturunkan untuk
pertama kalinya. Allah menjadikan Al-Qur'an sebagai undang-undang serta
peraturan yang mereka pegang teguh dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya
dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di
dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk
dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan
karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada segenap hamba, Dan
Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuali kemudahan. Karena itu
Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan
Ramadhan (Tqfsir Ayarul Ahkam oleh Ash Shabuni, I/192), dan memerintahkan
mereka menggantinya, sehingga sempurna bilangan satu bulan. Selain itu, Dia
juga memerintahkan memperbanyak dzikir dan takbir ketika selesai melaksanakan
ibadah puasa, yakni pada saat sempurnanya' bulan Ramadhan. Karena itu Allah
berfirman :
"Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, agar kama bersyukur. " (Al- Baqarah: 185).
Maksudnya, bila Anda telah menunaikan apa yang
diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan hal-hal yang diwajibkan
dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan
(hukum)-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya.
')" (Tafsir Ibnu Karsir, 1/218)
Lalu Allah berfirman :
"Dan apabila para hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo 'a apabila ia memohon Kepada-Ku maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Al-Baqarah:186)
Sebab Turunnya ayat :
Diriwayatkan bahwa seorang Arab badui bertanya :
"Wahai Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita berbisik atau
jauh sehingga kita berteriak (memanggil-Nya ketika berdo'a)?" Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam hanya terdiam, sampai Allah menurunkan ayat di
atas. ' (Tafsir Ibnu Katsir; I/219.)
Tafsiran ayat:
Allah menjelaskan bahwa Diri-Nya adalah dekat.
Ia mengabulkan do'a orang-orang yang memohon, serta memenuhi kebutuhan
orang-orang yang meminta. Tidak ada tirai pembatas antara Diri-Nya dengan salah
seorang hamba-Nya. Karena itu, seyogyanya mereka menghadap hanya kepada-Nya
dalam berdo'a dan merendahkan diri, lurus dan memurnikan ketaatan pada-Nya
semata. (Tafsir Ibnu Katsir, I/218.)
Adapun hikmah penyebutan'Allah akan ayat ini
yang memotivasi memperbanyak do'a berangkaian dengan hukum-hukum puasa adalah bimbingan
kepada kesungguhan dalam berdo'a, ketika bilangan puasa telah sempurna, bahkan
setiap kali berbuka.
Anjuran dan Keutamaan Do'a:
Banyak sekali nash-nash yang memotivasi untuk
berdo'a, menerangkan fadhilah (keutamaan)nya dan mendorong agar suka melakukannya.
Di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Firman Allah Ta 'ala :
"Dan Tuhanmu berfirman:
Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Ghaafir: 60). Di dalamnya Allah
memerintahkan berdo'a dan Dia menjamin akan mengabulkannya.
2. Firman Allah Ta'ala :
"Berdo'alah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas. " (Al-A'raaf: 55).
Maksudnya, berdo'alah kepada Allah dengan
menghinakan diri dan secara rahasia, penuh khusyu' dan merendahkan diri.
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."
Yakni tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, baik dalam berdo'a atau
lainnya, orang-orang yang melampaui batas dalam setiap perkara. Termasuk
melampaui batas dalam berdo'a adalah permintaan hamba akan berbagai hal yang
tidak sesuai untuk dirinya atau dengan meninggikan dan mengeraskan suaranya
dalam berdo'a.
Dalam Shahihain, Abu Musa Al-Asy'ari berkata:
"Orang-orang meninggikan suaranya ketika berdo'a, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia,
kasihanilah dirimu, sesungguhnya kamu tidak berdo'a kepada Dzat yang tuli,
tidak pula ghaib. Sesungguhnya Dzat yang kama berdo'a pada-Nya itu Maha
Mendengar lagi Maha Dekat. "
3. Firman Allah Ta 'ala :
"Atau siapakah yang
memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan?" (An Naml: 62).
Maksudnya, apakah ada yang bisa mengabulkan do'a
orang yang kesulitan, yang diguncang oleh berbagai kesempitan, yang sulit
mendapatkan apa yang ia minta, sehingga tak ada jalan lain ia baru keluar dari
keadaan yang mengungkunginya, selain Allah semata? Siapa pula yang
menghilangkan keburukan (malapetaka), kejahatan dan murka, selain Allah semata?
4. Dari An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhu,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR, Abu Daud dan At-TiYmidzi, At-Tirmidzi
berkata, hadits hasan shahih).
Dari Ubadah bin Asb-Shamit radhiallahu 'anhu ia
berkata, sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak ada seorang muslim yang
berdo'a kepada Allah di dunia dengan suatu permohonan kecuali Dia
mengabulkannya, atau menghilangkan daripadanya keburukan yang semisalnya,
selama ia tidak meminta suatu dosa atau pemutusan kerabat. " Maka
berkatalah seouang laki-laki dari kaum: "Kalau begitu, kita memperbanyak
(do'a). " Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah
memberikan kebaikan-Nya lebih banyak daripada yang kalian minta" (HR.
At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih), (Lihat kitab Riyaadhus Shaalihiin, hlm.
612 dan 622)
Lalu Allah Ta'ala berfirman :
"Dihalalkan bagimu pada malam
hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu; mereka itu adalah pakaian
bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi
maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan oleh Allah untukmu, dan makan minumlah hinngga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertaqwa." (Al-Baqarah:187)
Sebab turunnya ayat :
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra' bin
'Azib, bahwasanya ia berkata :
"Dahulu, para sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, jika seseorang (dari mereka) berpuasa, dan telah
datang (waktu) berbuka, tetapi ia tidur sebelum berbuka, ia tidak makan pada
malam dan siang harinya hingga sore. Suatu ketika Qais bin Sharmah Al-Anshari
dalam keadaan puasa, sedang pada siang harinya bekerja di kebun kurma. Ketika
datang waktu berbuka, ia mendatangi isterinya seraya berkata padanya:
"Apakah engkau memiliki makanan ?" Ia menjawab: "Tidak, tetapi
aku akan pergi mencarikan untukmu." Padahal siang harinya ia sibuk
bekerja, karena itu ia tertidur. Kemudian datanglah isterinya. Tatkala ia
melihat suaminya (tertidur) ia berkata: "Celaka kamu." Ketika sampai tengah
hari, ia menggauli (isterinya). Maka hal itu diberitahukan kepada Nabi
shallallahu alaihi wasallam, sehingga turunlah ayat ini :
"Dihalalkan bagimu pada malam
hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isterimu."
Maka mereka sangat bersuka cita
karenanya, kemudian turunlah ayat berikut :
"Dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. (Lihat kitab Ash Shahiihul Musnad min
Asbaabin Nuzuul, hlm. 9.)
Tafsiran ayat :
Allah Ta'ala berfirman untuk memudahkan para hamba-Nya
sekaligus untuk membolehkan mereka bersenang-senang (bersetubuh) dengan
isterinya pada malam-malam bulan Ramadhan, sebagaimana mereka dibolehkan pula
ketika malam hari makan dan minum :
"Dihalalkan bagimu pada malam
hari bulan puasa melakukam "rafats" dengan isteri- isterimu."
Rafats adalah bersetubuh dan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya. Dahulu, mereka dilarang melakukan hal tersebut (pada
malam hari), tetapi kemudian Allah membolehkan mereka makan minum dan
melampiaskan kebutuhan biologis, dengan bersenang-senang bersama isteri-isteri
mereka. Hal itu untuk menampakkan anugerah dan rahmat Allah pada mereka.
Allah menyerupakan wanita dengan pakaian yang
menutupi badan. Maka ia adalah penutup bagi laki-laki dan pemberi ketenangan
padanya, begitupun sebaliknya.
Ibnu Abbas berkata: "Maksudnya
para isteri itu merupakan ketenangan bagimu dan kamu pun merupakan ketenangan
bagi mereka."
Dan Allah membolehkan menggauli para isteri
hingga terbit fajar. Lalu Dia mengecualikan keumuman dibolehkannya menggauli
isteri (malam hari bulan puasa) pada saat i'tikaf. Karena ia adalah waktu
meninggalkan segala urusan dunia untuk sepenuhnya konsentrasi beribadah. Pada
akhirnya Allah menutup ayat-ayat yang mulia ini dengan memperingatkan agar
mereka tidak melanggar perintah-perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang
diharamkan serta berbagai maksiat, yang semua itu merupakan
batasan-batasan-Nya. Hal-hal itu telah Dia jelaskan kepada para hamba-Nya agar
mereka menjauhinya, serta taat berpegang teguh dengan syari'at Allah sehingga
mereka menjadi orang-orang yang bertaqwa. (Tafsir Ayaatil Ahkaam, oleh
Ash-Shabuni, I/93.)
PELAJARAN DARI AYAT-AYAT TENTANG PUASA
Umat Islam wajib melakukan puasa Ramadhan.
Kewajiban bertaqwa kepada Allah dengan melakukan
segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Boleh berbuka di bulan Ramadhan bagi orang sakit
dan musafir. Keduanya wajib mengganti puasa sebanyak bilangan hari mereka
berbuka, pada hari-hari lain.
Firman Allah Ta 'ala : "Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari lain," adalah dalil wajibnya mengqadha' bagi orang yang
berbuka pada bulan Ramadhan karena udzur, baik sebulan penuh atau kurang, juga
merupakan dalil dibolehkannya mengganti hari-hari yang panjang dan panas dengan
hari-hari yang pendek dan dingin atau sebaliknya.
Tidak diwajibkan berturut-turut dalam mengqadha'
puasa Ramadhan, karena Allah Ta'ala berfirman :"Maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari lain," tanpa mensyaratkan puasa secara berturut-turut.
Maka, dibolehkan berpuasa secara berturut-turut atau secara terpisah- pisah.
Dan yang demikian itu lebih memudahkan manusia.
Orang yang tidak kuat puasa karena tua atau
sakit yang tidak ada harapan sembuh, wajib baginya membayar fidyah; untuk setiap
harinya memberi makan satu orang miskin.
Firman Allah Ta 'ala: "Dan
berpuasa lebih baik bagimu" menunjukkan bahwa melakukan
puasa bagi orang yang boleh berbuka adalah lebih utama, selama tidak
memberatkan dirinya.
Di antara keutamaan Ramadhan adalah, Allah
mengistimewakannya dengan menurunkan Al-Qur'an pada bulan tersebut, sebagai
petunjuk bagi segenap hamba dan untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju
cahaya.
Bahwa kesulitan menyebabkan datangnya kemudahan.
Karena itu Allah membolehkan berbuka bagi orang sakit dan musafir.
Kemudahan dan kelapangan Islam, yang mana ia
tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
Disyari'atkan mengumandangkan takbir pada malam
'Idul Fitri. Firman Allah Ta 'ala : "Dan
hendaklah kama mengagungkan Allah (mengumandangkan takbir) atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu. "
Wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai
karunia dan taufik-Nya, sehingga bisa menjalankan puasa, shalat dan membaca
Al-Qur'anul Karim, dan hal itu dengan mentaati-Nya dan meninggalkan maksiat
terhadap-Nya.
Anjuran berdo'a, karena Allah memerintahkannya
dan menjamin akan mengabulkannya.
Kedekatan Allah dari orang yang berdo'a pada-Nya
berupa dikabulkannya do'a, dan dari orang yang menyembah-Nya berupa pemberian
pahala.
Wajib memenuhi seruan Allah dengan beriman
kepada-Nya dan tunduk mentaati-Nya. Dan yang demikian itu adalah syarat
dikabulkannya do'a.
Boleh makan dan minum serta melakukan hubungan
suami isteri pada malam-malan bulan Ramadhan, sampai terbit fajar, dan haram
melakukannya pada siang hari. Waktu puasa adalah dari terbitnya fajar yang
kedua, hingga terbenamnya matahari.
Disyari'atkan i'tikaf di masjid-masjid. Yakni
diam di masjid untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan totalitas ibadah di
dalamnya. Ia tidak sah, kecuali dilakukan di dalam masjid yang di situ
diselenggarakan shalat lima waktu.
Diharamkan bagi orang yang beri'tikaf mencumbu
isterinya. Bersenggama merupakan salah satu yang membatalkan i'tikaf.
Wajib konsisten dengan mentaati
perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya. Allah Ta'ala berfirman :"ltulah larangan-larangan Allah maka kamu
jangan mendekatinya."
Hikmah dari penjelasan ini adalah terealisasinya
taqwa setelah mengetahui dari apa ia harus bertaqwa (menjaga diri).
Orang yang makan dalam keadaan ragu-ragu tentang
telah terbitnya fajar atau belum adalah sah puasanya, karena pada asalnya waktu
malam masih berlangsung.
Disunnahkan makan sahur, sebagaimana disunnahkan
mengakhirkan waktunya.
Boleh mengakhirkan mandi jinabat hingga
terbitnya fajar.
Puasa adalah madrasah rohaniyah, untuk melatih
dan membiasakan jiwa berlaku sabar.
(Lihat kitab Al Ikliil Istinbaathit Tanziil,
oleh As-Suyuthi, hlm. 24-28; dan Taisirul Lathifill Mannaan, oleh Ibn Sa'di,
hlm. 56-58.)
MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari
segi kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah
puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu
bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh
dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
"Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa. " (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada
para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara
berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya
tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok
termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur'anul Karim.
Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya
dengan yang lebih baik. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari
sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon
ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah
membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga
melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong
mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari
kejahatan dan kerusakan.
Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari
segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan,
membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan
kelebihan lemak di perut.
Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu.
Karena berlebihan, baik dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa
mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan
kelengahan.
Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan
hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu
syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya
menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah.
Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan
hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata
dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah
atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama
banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan
tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut
pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu
akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat
menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya
berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada
saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan
aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk
kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman
dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi
nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah
dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163)
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
BERPUASA TAPI MENINGGALKAN SHALAT
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat,
berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid.
Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat.
Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang
meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Perjanjian antara kami dan
mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. " (HR. Ahmad dan Para penulis kitab
Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu 'anhu) At-Tirmidzi berkata : Hadits
hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
“(Batas) antara seseorang dengan
kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu
Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang
kafir, Allah berfirman :
"Dan Kami hadapi segala amal
yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
beterbangan. "(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka
lakukan dengan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami
menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat
berjamaah atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan
maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta'ala berfirman:
"Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. " (Al-Maa'un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga
waktunya berlalu. Kalau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengizinkan
shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya
ke masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat
yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau
tidak berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena
mentaati perintah Tuhannya. Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban
yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian
utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan
mengharap pahala Allah, tidak karena riya' (agar dilihat orang), sum'ah (agar
didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat
tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah
karena imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena
mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan
(shalat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap
pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan
barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan
mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "(Muttafaq 'Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang
berpuasa terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air
atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa.
Tetapi orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa muntah tanpa
sengaja maka tidak wajib qadha' atasnya, (tetapi) barangsiapa sengaja muntah
maka ia wajib mengqadha' puasanya. " (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa'i) (Al Arna'uth dalam Jaami'ul
Ushuul, 6/29 berkata : "Hadits ini shahih.")
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya
dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar.
Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar
maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah
terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit
matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari,
karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia
tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan
shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi,
sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa
adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah
dari salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan
makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari
adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Tinggalkan apa yang membuatmu
ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu. " (HR. An- Nasa'i dan At-Tirmidzi, ia
berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
"Barangsiapa menjaga (dirinya)
dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan
kehormatannya." ( Muttafaq 'Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan
maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum.
(Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau
sore hari. Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak
dalam keadaaan puasa.
PUASA YANG SEMPURNA
Saudaraku kaum muslimin, agar sempurna puasamu,
sesuai dengan tujuannya, ikutilah langkah-langkah berikut ini :
Makanlah sahur, sehingga membantu kekuatan
fisikmu selama berpuasa; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Makan sahurlah kalian,
sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah. " (HR.'Al-Bukhari dan Muslim)
"Bantulah (kekuatan fisikmu)
untuk berpuasa di siang hari dengan makan sahur, dan untuk shalat malam dengan
tidur siang " (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya)
Akan lebih utama jika makan sahur itu diakhirkan
waktunya, sehingga mengurangi rasa lapar dan haus. Hanya saja harus hati-hati,
untuk itu hendaknya Anda telah berhenti dari makan dan minum beberapa menit
sebelum terbit fajar, agar Anda tidak ragu-ragu.
Segeralah berbuka jika matahari benar-benar
telah tenggelam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Manusia senantiasa dalam
kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur . " (HR. Al-Bukhari, I\luslim dan
At-Tirmidz)
Usahakan mandi dari hadats besar sebelum terbit
fajar, agar bisa melakukan ibadah dalam keadaan suci.
Manfaatkan bulan Ramadhan dengan sesuatu yang
terbaik yang pernah diturunkan didalamnya, yakni membaca Al-Qur'anul Karim.
Sesungguhnya Jibril 'alaihis salam pada setiap malam di bulan Ramadhan selalu
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk membacakan Al-Qur'an baginya.
(HR. AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu).Dan pada diri
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada teladan yang baik bagi kita.
Jagalah lisanmu dari berdusta, menggunjing,
mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan mengada-ada. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tidak
meninggalkan pevkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap
puasanya dari makan dan minum." (HR. Al-Bukhari)
Hendaknya puasa tidak membuatmu keluar dari
kebiasaan. Misalnya cepat marah dan emosi hanya karena sebab sepele, dengan
dalih bahwa engkau sedang puasa. Sebaliknya, mestinya puasa membuat jiwamu
tenang, tidak emosional. Dan jika Anda diuji dengan seorang yang jahil atau
pengumpat, jangan Anda hadapi dia dengan perbuatan serupa. Nasihati dan
tolaklah dengan cara yang lebih baik. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Puasa adalah perisai, bila
suatu hari seseorang dari kamu beupuasa, hendaknya ia tidak berkata buruk dan
berteriak-teriak. Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata
'Sesungguhnya aku sedang puasa" (HR. Al- Bukhari, Muslim dan para penulis kitab Sunan)
Ucapan itu dimaksudkan agar ia menahan diri dan
tidak melayani orang yang mengumpatnya Di samping, juga mengingatkan agar ia
menolak melakukan penghinaan dan caci-maki.
Hendaknya Anda selesai dari puasa dengan membawa
taqwa kepada Allah, takut dan bersyukur pada-Nya, serta senantiasa istiqamah
dalam agama-Nya.
Hasil yang baik itu hendaknya mengiringi Anda
sepanjang tahun. Dan buah paling utama dari puasa adalah taqwa, sebab Allah
berfirman : "Agar kamu bertaqwa.
"(Al-Baqarah: 183)
Jagalah dirimu dari berbagai syahwat
(keinginan), bahkan meskipun halal bagimu. Hal itu agar tujuan puasa tercapai,
dan mematahkan nafsu dari keinginan. Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu
berkata :
"Jika kamu berpuasa, hendaknya
berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan
dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa
bersikap tenang pada hari kamu berpuasa jangan pula kamu jadikan hari berbukamu
sama dengan hari kamu berpuasa."
Hendaknya makananmu dari yang halal. Jika kamu
menahan diri dari yang haram pada selain bulan Ramadhan maka pada bulan
Ramadhan lebih utama. Dan tidak ada gunanya engkau berpuasa dari yang halal,
tetapi kamu berbuka dengan yang haram.
Perbanyaklah bersedekah dan berbuat kebajikan.
Dan hendaknya kamu lebih baik dan lebih banyak berbuat kebajikan kepada
keluargamu dibanding pada selain bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan ketika
bulan Ramadhan.
Ucapkanlah bismillah ketika kamu berbuka seraya
berdo'a :"Ya Allah, karena-Mu aku
berpuasa, dan atas rezki-Mu aku berbuka. Ya Allah terimalah daripadaku,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui "(44) (Lihat
Mulhaq (bonus) Majalah Al WaLul Islami bulan Ramadhan, 1390 H.hlm.38-40.)
TUJUAN PUASA
Tujuan ibadah puasa adalah untuk menahan nafsu
dari berbagai syahwat, sehingga ia siap mencari sesuatu yang menjadi puncak
kebahagiaannya; menerima sesuatu yang menyucikannya, yang di dalamnya terdapat
kehidupannya yang abadi, mematahkan permusuhan nafsu terhadap lapar dan dahaga
serta mengingatkannya dengan keadaan orang-orang yang menderita kelaparan di
antara orang-orang miskin; menyempitkan jalan setan pada diri hamba dengan
menyempitkan jalan aliran makanan dan minuman; puasa adalah untuk Tuhan semesta
alam, tidak seperti amalan-amalan yang lain, ia berarti meninggalkan segala
yang dicintai karena kecintaannya kepada Allah Ta 'ala; ia merupakan rahasia
antara hamba dengan Tuhannya, sebab para hamba mungkin bisa diketahui bahwa ia
meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa secara nyata, tetapi keberadaan dia
meninggalkan hal-hal tersebut karena Sembahannya, maka tak seorangpun manusia
yang mengetahuinya, dan itulah hakikat puasa.
PETUNJUK NABI DALAM BERPUASA
Petunjuk puasa dari Nabi shallallahu 'ala ihi
wasallam adalah petunjuk yang paling sempurna, paling mengena dalam mencapai
maksud, serta paling mudah penerapannya bagi segenap jiwa.
Di antara petunjuk puasa dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pada bulan Ramadhan adalah :
Memperbanyak melakukan berbagai macam ibadah.
Jibril'alaihis salam senantiasa membacakan Al-Qur'anul Karim untuk beliau pada
bulan Ramadhan; beliau juga memperbanyak sedekah, kebajikan, membaca
Al-Qur'anul Karim, shalat, dzikir, i'tikaf dan bahkan beliau mengkhususkan
beberapa macam ibadah pada bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada
bulan-bulan lain.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyegerakan
berbuka dan menganjurkan demikian, beliau makan sahur dan mengakhirkannya,
serta menganjurkan dan memberi semangat orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Beliau menghimbau agar berbuka dengan kurma, jika tidak mendapatkannya
maka dengan air.
Nabi'shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang
yang berpuasa dari ucapan keji dan caci-maki. Sebaliknya beliau memerintahkan
agar ia mengatakan kepada orang yang mencacinya, "Sesungguhnya
aku sedang puasa."
Jika beliau melakukan perjalanan di bulan
Ramadhan, terkadang beliau meneruskan puasanya dan terkadang pula berbuka. Dan
membiarkan para sahabatnya memilih antara berbuka atau puasa ketika dalam
perjalanan. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah mendapatkan fajar dalam
keadaan junub sehabis menggauli isterinya maka beliau segera mandi setelah
terbit fajar dan tetap berpuasa.
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam adalah membebaskan dari qadha' puasa bagi orang yang makan atau minum
karena lupa, dan bahwasanya Allahlah yang memberinya makan dan minum.
Dan dalam riwayat shahih disebutkan bahwa beliau
bersiwak dalam keadaan puasa. Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menuangkan air di atas kepalanya dalam keadaan
puasa. Beliau juga melakukan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) serta
berkumur dalam keadaan puasa. Tetapi beliau melarang orang berpuasa melakukan
istinsyaq secara berlebihan. (Lihat kitab Zaadul Ma'ad fi Hadyi Khairil 'Ibaad,
I/320-338 )
PUASA YANG DISYARI'ATKAN
Puasa yang disyari'atkan adalah puasanya anggota
badan dari dosa-dosa, dan puasanya perut dari makan dan mimum. Sebagaimana
makan dan minum membatalkan dan merusak puasa, demikian pula halnya dengan
dosa-dosa, ia memangkas pahala puasa dan merusak buahnya, sehingga
memposisikannya pada kedudukan orang yang tidak berpuasa.
Karena itu, orang yang benar-benar berpuasa
adalah orang yang puasa segenap anggota badannya dari melakukan dosa-dosa;
lisannya berpuasa dari dusta, kekejian dan mengada-ada; perutnya berpuasa dari
makan dan minum; kemaluannya berpuasa dari bersenggama.
Bila berbicara, ia tidak berbicara dengan
sesuatu yang menodai puasanya, bila melakukan suatu pekerjaan ia tidak
melakukan sesuatu yang merusak puasanya. Ucapan yang keluar darinya selalu
bermanfaat dan baik, demikian pula dengan amal perbuatannya. Ia laksana wangi
minyak kesturi, yang tercium oleh orang yang bergaul dengan pembawa minyak
tersebut. Itulah metafor (perumpamaan) bergaul dengan orang yang berpuasa, ia
akan mengambil manfaat dari bergaul dengannya, aman dari kepalsuan, dusta,
kejahatan dan kezhaliman.
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad disebutkan :
"Dan sesungguhnya ban (mulut)
orang puasa itu lebih harum di sisi AIlah daripada aroma minyak kesturi. "
Inilah puasa yang disyari'atkan. Tidak sekedar
nahan diri dari makan dan minum. Dalam sebuah menahan diri dari makan dan
minum".
Dalam hadits shahih disebutkan :
"Barangsiapa tidak
meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kedunguan maka Allah tidak
butuh terhadap puasanya dari makan dan minum” .(HR. Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya)
Dalam hadits lain dikatakan :
“Betapa banyak orang puasa, bagian
dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga. " (HR. Ahmad, hadits hasan shahih)
(Dan ia menshahihkan hadits ini.)
SEBAB-SEBAB AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab
turunnya ampunan. Di antara sebab-sebab itu adalah :
Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah
lalu. "(Hadits Muttafaq 'Alaih)
Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di
dalamnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi ruasallam
bersabda:
"Barang siapa melakukan shalat
malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
diampuni dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq
'Alaih)
Melakukan shalat dan ibadah lain di malam
Lailatul Qadar.
Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul
Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan shalat
di malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia
diampuni dosanya yang telah lalu” . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada
orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang di dalamnya
(bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi
sebab) ampunan dari dosa-dosanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka. " (HR. Ibnu Khuzaimah (dan ia
menshahihkan hadits ini), Al-Baihaqi dan lainnya).
Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a
ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa
adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika
berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya.
Allah berfirman :"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku
mengabulkannya untukmu."(Ghaafir:
60),Dan dalam sebuah hadits disebutkan:
"Ada tiga macam orang yang
tidak ditolak do'anya. Di antaranya disebutkan,"orang yang berpuasa hingga
ia berbuka" (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Majah). (Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dan
At-Tirmidzi mengatakannya hadits shahih hasan.)
Karena itu, hendaknya setiap muslim
memperbanyak, dzikir, do'a dan istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan
Ramadhan, ketika sedang berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya
Tuhan di akhir malam. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tuhan kami Yang Mahasuci dan
Maha tinggi turun pada setiap malam ke langit dunia, (yaitu) ketika masih
berlangsung sepertiga malam yang akhir seraya berfirman "Barangsiapa
berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku,
niscaya Aku memberinya dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku
mengampuninya. " (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar
(permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka
berbuka. Demikian seperti disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan
demikian banyak, maka orang yang tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah
orang yang memiliki seburuk-buruk nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika
ia tidak diampuni pada bulan ini? Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang
ditolak pada saat Lailatul Qadar? Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik
pada bulan Ramadhan ?
Dahulu, ketika datang bulan Ramadhan, umat Islam
senantiasa berdo'a :
"Ya Allah, bulan Ramadhan
telah menaungi kami dan telah hadir maka serahkanlah ia kepada kami dan
serahkanlah kami kepadanya Karuniailah kami kemampuan untuk berpuasa dan shalat
di dalamnya, karuniailah kami di dalamnya kesungguhan, semangat, kekuatan dan
sikap rajin. Lain lindungilah kami didalamnya dari berbagai fitnah '
Mereka berdo'.kepada Allah selama enam bulan
agar bisa mendapatkan Ramadhan, dan selama enam bulan (berikutnya) mereka
berdo'a agar puasanya diterima. Di antara, do'a mereka itu adalah :
"Ya Allah serahkanlah aku
kepada Ramadhan, dan serahkan Ramadhan kepadaku, dan Engkau menerimanya
daripadaku dengan rela." (Lihat Lathaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203.)
ADAB PUASA
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-,
bahwasanya puasa tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
Menundukkan pandangan serta menahannya dari
pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
Menjaga lisan dari berbicara tak karuan,
menggunjing, mengadu domba dan dusta.
Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap
yang haram atau yang tercela.
Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan
dosa.
Hendaknya tidak memperbanyak makan.
Setelah berbuka, hendaknya hatinya antara takut
dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk
orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah ditolak, sehingga ia termasuk
orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap
selesai melakukan ibadah. (Lihat Mau'idzatul Mukminiin min Ihyaa'i Uluumid
Diin, hlm. 59-60.)
Ya Allah, jadikanlah kami dan segenap umat Islam
termasuk orang yang puasa pada bulan ini, yang pahalanya sempurna, yang
mendapatkan Lailatul Qadar, dan beruntung menerima hadiah dari Tuhan; wahai
Dzat Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat
Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa
dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan segenap sahabatnya.
TENTANG SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN
Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah
radhiallahu 'anha, ia berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari
terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan
kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan
membangunkan Keluarganya . " Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya),
membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.”
Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan
dari Aisyah radhiallahu ‘anha :
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan
Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. "
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang
tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:
Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan
bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau
menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah
radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat malam hingga pagi. "
Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far
Muhammad bin Ali :
"Barangsiapa mendapati
Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang
harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan
pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya
secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah
puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul
Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi.
" Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak serupa dengan hadiah-hadiah para
penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir,
sedang pada malam-malam yang lain tidak.
Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu
disebutkan:
"Bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada
malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan
disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya
pada malam dua puluh tujuh (27) saja. "
Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan
dalam membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar
di dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu
'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari
bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan
shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan :
"Bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu
'anhuma pada suatu malam seraya berkata:
Tidakkah kalian bangun lalu
mendirikan shalat ?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu
'anha pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan
(shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar
salah seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta
memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan
lainnya, dengan sanad shahih.)
Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan
sanad shahih, bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti
yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia
membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka:
"Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat ini :
"Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. "(Thaha: 132).
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengencangkan kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli
isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat
tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu.
Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan :
"Dan beliau melipat tempat
tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli mereka).”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf
tidak diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash
serta ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh
dalam beribadah.
Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu
'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam
sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu
sahur. Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung
(puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya) maka
hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya:
"Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah ? "Beliau
menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam
hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau
dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh sebab munajat dan
dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan kesucian beliau. Karena itulah
sehingga hatinya dipenuhi Al-Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan
Al-Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga mengenyangkannya dan tak
lagi memerlukan makan dan minum.
Mandi antara Maghrib dan Isya'.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah
radhiallahu 'anha :
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan
manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan
menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta mandi antara Maghrib
dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai
mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara
mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling
diharapkan turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang
diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri,
menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian
bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari
raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa
dibarengi dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada Allah),
taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh, berhias secara lahir sama
sekali tidak berguna, jika ternyata batinnya rusak.
Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu,
tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa menghadap
kepada Allah, hendaknya ia berhias secara lahiriah dengan pakaian, sedang
batinnya dengan taqwa. Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya
Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26).
I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah
radhiallahu 'anha :
“Bahwasanya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari
Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan
i'tikaf pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk
menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk
mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a
kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk
menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq. Mengasingkan diri yang disyari'atkan
kepada umat ini yaitu dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada
bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya
untuk taat kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan
dirinya dari segala hal yang menyibukkan diri dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan
hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya
kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan ridha-Nya. Sembga
Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful
Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, him. 196-203)
'UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang
amat besar, bahkan sama dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari
meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan
menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan
Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban
haji bagi orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram
Makkah dan di Masjid Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana
disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih
baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. " (HR,
Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
LAILATUL QADAR
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah
kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin
Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai
terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan
Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah
Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan,
sebagaimana firman Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul
Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit
pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai
peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena
keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada
saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana
firman Allah :
"Pada malam itu dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmah. " (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan
Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim:
"Dan tahukah kamu apakah
Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan
Lailatul Qadar dengan firman-Nya:
"Lailatul Qadar itu lebih baik
dari pada seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan
ketaatan, shalat, membaca, dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu
bulan, pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Dan seribu
bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang
lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di
malam itu, termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua
perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka
turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan
malam tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh)
kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan
dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai
terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril-
mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam
tersebut. Beliau bersabda :
"Barangsiapa melakukan shalat
malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda :
"Carilah Lailatul Qadar pada
(bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu
malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan
malam dua puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu
menghidupkan malam tersebut dengan tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim,
dzikir, do'a, istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya:
"Wahai Rasulullah, apa
pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di
dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah :
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau
Maha Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka ampunilah aku. "(HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan
shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian
nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa
ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik
seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan
malam yang agung ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
maka seyogyanya Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari
malam-malam tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar.
Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda
berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya
Di malam-malam tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan
dunia-akhirat, di antaranya :
"Ya Allah, perbaikilah untukku
agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang
di dalamnya adalah kehidupanku, dan perbaikilah untukku akhiratku yang
kepadanya aku kembali, dan jadikanlah kehidupan (ini) menambah untukku dalam
setiap kebaikan, dan kematian menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah
bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan lapangkanlah untukku rizki yang
halal, dan palingkanlah daripadaku kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang
Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
"Wahai Tuhan kami, berikanlah
kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari
siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya),
wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemulyaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon hal-hal yang menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu,
keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala kebaiikan, selamat dari segala
dosa, kemenangan dengan (mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat
Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang
memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
"Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan (hidup) dengannya serta segala yang
menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal maupun di akhirnya, secara terang-
terangan maupun rahasia. YaAllah, kasihilah keterasinganku di dunia dan
kasihilah kengerianku di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di hadapanmu
kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan dan
Kemuliaan. "
"Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan dari segala yang
tidak baik) serta kecukupan. "
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau
Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka ampunilah aku. "
"Ya Allah, aku mengharap
rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski
hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Engkau. "
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan
sebagai akhir dari semua urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan
dunia dan siksa akhirat. "
"Ya Tuhan kami, terimalah
(permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,
wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki keagungan dan kemuliaan."
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. "
TAUBAT DAN ISTIGHFAR
A. Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman :
"Katakanlah: "Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (Az-Zumar: 53),
"Dan barangsiapa mengerjakan
kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada
Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "(An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima
taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui
apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengerjakan
kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu,
sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu
sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An- Nuur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat
kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui,
bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan
bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kama
ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (At-Tahriim:8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha
Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap
dijalan yang benar”. (Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang
dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu Balasannya ialah
ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang
beramal. "(Ali Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta 'ala: 'Mereka ingat Allah,
maksudnya mereka ingat keagungan Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya,
janji dan ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon
ampun kepada Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat
mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala: "Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan keji itu." Yakni mereka tidak tetap melakukannya
padahal mereka mengetahui hal itu dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang
yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan :
"Tidaklah (dianggap)
melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun, meskipun dalam sehari ia
ulangi sebanyak 70 kali. " (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam
Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).
B. Hadits-hadits tentang taubat :
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai sekalian manusia,
bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku
bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali " (HR. Muslim).
Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi
wasallam, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun
yang akan datang. Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang
pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga
shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam :
"Sesungguhnya Allah
membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar bertaubat orang yang berbuat
jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada siang hari agar
bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga matahari terbit dari
Barat (Kiamat). “ (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda:
"Barangsiapa bertaubat sebelum
matahari terbit dari Barat, niscaya Allah menerima taubatnya. " (HR.Muslim)
Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka
pintu taubat serta merta ditutup.
Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang
ketika dia hendak meninggal dunia. Allah berfirman :
"Dan tidaklah taubat itu
diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga
apabila datang ajar kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan:
'Sesungguhnya aku bertaubat sekarang .' (An- Nisaa': 18)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah menerima
taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum sampai di kerongkongan. "(HR· At-Tirmidzi, dan ia menghasan-kannya).
Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada
Allah dari segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal
mendadak menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru
menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal
kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak
memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia
tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa senantiasa
beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya kelapangan dan
untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan akan diberi-Nya rezki dari arah
yang tiada disangka-sangka. " (HR. Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab,
hlm. 172-178 )
Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau
menjawab: "Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah.
" Artinya, aku memohon ampunan kepada Allah.
Anas radhiallahu 'anhu meriwayatkan, aku
mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman :
"Allah Ta'ala
berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap
kepadaKu, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai
anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau
memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai
anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh
bumi dan kamu menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu dengan sesuatu pun,
niscaya Aku datangkan untukmu ampunan sepenuh bumi (pula). " (HR.
At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab
mendapatkan ampunan :
Berdo'a dengan penuh harap.
Beristighfar, yaitu memohon ampunan kepadaAllah.
Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari
berbagai bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan
luasnya rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan anugerah-Nya yang banyak.
SYARAT-SYARAT TAUBAT
Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib.
Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak
manusia maka ada tiga syarat taubat :
Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
Menyesali perbuatannya.
Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan
tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi,
maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak
manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di
muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan.
Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus
mengembalikannya.
Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau
sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya.
Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus
memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala
dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi
Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil
dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat.
Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk
bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima
taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni
dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan
disebutkan: "Dan (dosanya) yang
Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat
pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam
di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni
dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu
Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan
Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta
memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu
yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan
segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut
hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim,
bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at
sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah
penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa
besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu
terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa
kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur
ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat
yang semurni-murninya).
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa
tiga faktor ini yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada
malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau,
dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman
tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri, minum
arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali
keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin
orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa
besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang
mulia (Surga). "(An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal
kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa
yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka
Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana
halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat
bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas
memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir
jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan
mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal
daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya Allah hanya
menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada
Allah) selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan,
kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya
diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di
bulan Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan
tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya
berkata; 'Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan
ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari
rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan
Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar,
bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan
dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada
sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun
melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai
faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi
penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala
berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha
Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap
dijalan yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab
didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang
dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan
senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai
datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu
bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api
neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya,
maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan
bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti
kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya,
pertolongan-Nya terhadap mereka dalam melaksanakan puasa tersebut, ampunan atas
segala dosa dan pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka
untuk memperbanyak dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu ,
bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kama
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa –demikian halnya kita semua,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan
jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu yang dibebaskan dari Neraka dalam
bulan ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala
dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun
melainkan karena ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai
hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagri Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan
istighfar (permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal
kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan
majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan
tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut
tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa.
(Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif; oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan,
mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika
Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan
maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal
Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan
itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan
Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan saja.
Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan
berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak
mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni
segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman
:
" Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan
kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai " (At-Tahrim:8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan
lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk
kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan
niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan
Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena
sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya
Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada
yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari
sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabat beliau.
CATATAN PENTING
1. Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang
membuat berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu
diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (berlebih-lebihan) dan melampaui
batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta
'ala berfirman :
"Makan dan minumlah dan
janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran.
Sebagian salaf berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu
kedokteran hanya dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang
merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang
berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah
dan bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari
meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
'Tiada tempat yang lebih buruk,
yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap
yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak
bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya
dan nafasnya. " (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau
berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua
dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi seorang mukmin
menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat mengendalikan
dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda menghendaki badan sehat dan
tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang
paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan
dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu. " (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat
berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas
melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau
di siang hari. Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak
tidurnya sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya.
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik
Ramadhan yang mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan
waktu lain serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas
dan detak nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan dimintai
pertanggungjawaban atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang
kamu lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya
tanpa amal perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama
pada bulan dan musim yang mulia dan agung ini.
2. Jika diperhatikan, banyak manusia yang
menghabiskan siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur,
sementara malamnya mereka habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga
mereka tidak merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang meninggalkan
shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya-. Hal ini mengandung bahaya dan
kerugian yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala
ibadah seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a
dan mohon ampunan.
Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu
dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi orang-orang yang taat, sekaligus
sebagai saksi bagi para tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan
waktunya dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari
dan tidur di siang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa
berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah,
bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya
Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam
amal kebajikan dan bersaing dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum
mendahului lainnya dan mereka menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka
pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu
merupakan gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau
buruknya. Kelak pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan
dan diserahkan kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati
simpanan mereka berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa
yang menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3. Sebagian orang malah begadang sepanjang
malam, yang hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan
kosong, permainan yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan
tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl
banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu
'alaihi wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara
sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam
hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan
bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat
atau sedang bepergian. " (HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan
Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi sekali dari setiap
waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan
dan disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga
meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal
pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam
suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendirikan shalat
Isya' dengan berjamaah; maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh malam; dan
barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan
shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya
sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki
sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan apabila
mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat
bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui
pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan
Ramadhan- setiap muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, dan
secepatnya bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri
dengan dzikir, do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga
shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam
harinya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah
dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang
yang memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit sekali ridur
di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah). "(Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah Ta'ala turun ke langit
dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir, lantas
berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon
pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga
terbit fajar. " (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang
selalu berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan
kesempatan penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk
dirinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para
penguasanya. Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan
Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput,
amal perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua
orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke
haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
FATWA-FATWA PENTING
A. FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
SEKITAR PUASA:
Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga makan
dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab :
"Allah telah memberimu makan
dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad
shahih disebutkan
"Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib
mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum"
peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan Ramadhan.
Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih
dan hitam, jawab beliau :
"Yaitu terangnya siang dan
gelapnya malam." (HR. An-Nasa 'i).
"Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan
junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau :
"Aku juga pernah mendapati
Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau
tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni semua dosamu
baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam
menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap agar aku menjadi orang yang
paling takut kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa dijadikan alat
bertakwa.” (HR. Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang puasa di
perjalanan, maka beliau menjawab :
"Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula
berbuka "(HR. Muslim).
Hamzah bin 'Amr pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa
dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab :
"Ia adalah rukhshah
(keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa
lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa. " (HR. Muslim).
Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan
tidak berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu
(tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika salah seorang di antara
kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham dua
dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan
Pengampun. " (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal
sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau
menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika
ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas
hutangnya? la berkata, 'Benar'. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
'Puasalah untuk ibumu.'(Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil
'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B. SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan
memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan, muntah,
keluar darah meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang yang sedang
berpuasa;
Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan
memasukkan air ke rongga hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan
kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya
juga melakukan hal itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah :
"Berlebih-lebihanlah kamu
dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa. " (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi,
An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang
istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan
dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah
zawal (matahari condong ke barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua
pendapat dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun
belum ada dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan
keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa
keperluan yang memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat
perlu, maka hal itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang
disengaja dan dibikin-bikin maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan
sendirinya tidak membatalkan. Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak
membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat
dihindari seperti darah istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari
hidung) dan lain sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya
darah haid dan nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus
sampai ke otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat: Hal itu membatalkan
puasa, tetapi Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak
membatalkan. (Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A
'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam
"Al-Ikhtiyaaraat": "Puasa seseorang tidak batal sebab mengenakan
celak, injeksi (suntik), zat cair yang diteteskan di saluran air kencing,
mengobati luka-luka yang tembus sampai ke otak dan luka tikaman yang tembus ke
dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul
Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam ':
C. SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR
ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal
sebelum melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya?
Jawaban beliau: "Jika ia meninggal sebelum
membayar puasa wajibnya, seperti orang yang meninggal dalam keadaan berhutang
puasa Ramadhan, kemudian diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat
menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin setiap
hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika
puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi kedua: Ia meninggal sebelum dapat
nenunaikan tanggungan hutangnya seperti sakit di bulan Ramadhan dan mati di
pertengahannya, sedangkan ia tidak berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan
sakitnya berlangsung terus hingga ajalnya tiba. Hal ini tidak menjadikannya
wajib membayar kaffarah meskipun kematiannya setelah rentang waktu yang cukup
lama, karena ia tidak gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia tidak
meninggalkannya kecuali adanya udzur syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil
Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal dunia
sedangkan in punya tanggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa
menggantikannya. "(Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini menunjukkan anjuran berpuasa kepada
orang yang masih hidup untuk si mayit, dan bahwasanya jika seseorang meninggal
dalam keadaan memiliki hutang puasa, maka boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar: "Para ulama
berbeda pendapat tentang mayit yang memiliki tanggungan puasa wajib; seperti
puasa Ramadhan, qadha' dan nadzar ataupun yang lain. Apakah wajib diqadha
untuknya?
Dalam masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua
pendapat, yang terpopuler adalah, Tidak wajib diganti puasanya, sebab puasa
pengganti untuk si mayit pada asalnya tidak sah. Adapun pendapat kedua,
'Disunnahkan bagi walinya untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si mayit,
hingga si mayit terbebas dari tanggungannya dan tidak usah membayar kaffarah
(memberi makan orang miskin sesuai dengan bilangan puasa yang ditinggalkannya).
Pendapat inilah yang benar dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan pendapat
inipun dibenarkan oleh para penelaah madzhab kami -yang menghimpun dan
menyatukan disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan hadits-hadits shahih
diatas. (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "
D. BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya
mengenai mulai kapan seorang anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan
ibadah puasa?
Beliau menjawab: "Anak yang belum dewasa
jika ia mampu berpuasa maka pantas diperintah melaksanakannya, dan bila
meninggalkannya diberi hukuman.
Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang
wanita yang mendapati darah sebelum terbenam matahari, apakah puasanya
dinyatakan sah?
Beliau menj awab : "Puasanya tidak sempurna
pada hari itu."
Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya
mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di
siang hari bulan Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hukuman)
supaya jera."
Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang
yang berpuasa mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium
oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya
kecuali bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa
disengaja tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu
A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan
sababatnya, amin.
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang menganjurkan untuk
menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah
orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba
sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin.
Beliau memerintahkan agar (zakat fitrah tersebut) ditunaikan sebelum
orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk
dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari
bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika
masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu
yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama
adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan
tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang
berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada
fakir miskin.
"Barangsiapa yang
mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa
yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata
: shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai
nominalnya, Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat
fithrah adalah dari lima jenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan inilah
pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang
dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang
mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi
shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya
dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan
tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat
fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok
manusia) memberikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan
jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya
kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika
terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat
kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum
terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika
ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab
ia belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
HIKMAH DISYARI'ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah
adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana
Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk
pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat
berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan
segala anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda
syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al
Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di,
hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang
terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa
merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan
buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir
miskin.
Ya Allah terimalah shalat·kami, zakat dan puasa
kami serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu
kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka
cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena
Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh
pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk
mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan
karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada
seorang pun yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya
terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan
hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di
Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di
dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti
bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha.” (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan
sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa
suka cita di hari Raya adalah sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan
memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan
berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan
melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat
hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan
permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang
disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya
tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi
hari Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam
beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang sarat
dengan hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir,
syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari
Raya: hari Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang
masing-masing datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu
adalah hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai
pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama
agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang
dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya
ini terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan
asas Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka
mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka,
sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya
terbebas dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal
dengan berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan
bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada
Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan
sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah,
orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah hari Raya
tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha (Hari Raya Kurban), ia lebih agung
dan utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna
ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan
ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di
dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha
Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang
dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh
Ibnu Rajab, hlm. 255-258)
PETUNJUK NABI DI HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma
-dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan
shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai
beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum
muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat
pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih
binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman :
"Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah
terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa
bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan
shalat' Id terlebih dahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat dua raka'at· Pada
rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram,
dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir
tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud
radhiallahu 'anhu, ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta
'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat
kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at
pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat
"Al-A'la" pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada
raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali
pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau
menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu
beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika
yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu’alaihi
wasallam berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum
shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa
memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak
dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad
dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa
disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR.
Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu
hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat
sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu,
shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh
anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu
meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di
bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal,
maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun .” (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari
Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya)
sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan
Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan
berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam
"Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham
lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah
berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang
befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan
puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena
setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung
dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki
banyak manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di bulan Syawal setelah
Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat
sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari
Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang
dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal
itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan
diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang
hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya.
Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala 'amal kebaikan adalah kebaikan
yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan
kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas
terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang
melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan
tanda tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di
muka- dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang
berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya 'ldul Fitri yang
merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri
merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang
lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa
syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan
kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah
menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan
puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul,
ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya
kembali. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti
seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat
menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan
Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri
kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan
mulia ini, selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan
orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari
dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia
yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan
lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya
untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera
kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya
terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosan dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang
bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan
berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah
yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal
orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki
hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu
mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian
dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan
puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu
tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai
datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan
puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan
diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang
tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia
sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah
satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya,
sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan
dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan,
shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga
dan sahabatnya.
RAHASIA PUASA
Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan
kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat
membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat
banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun
di akhirat kelak.
Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk
membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah
Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil
Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk
selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.
a.Menguatkan Jiwa.
Dalam hidup, tak sedikit kita dapati manusia
yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang
menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan
mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah
untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya,
bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap
sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami
kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang
melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan
manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini
dalam firman-Nya yang artinya: Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil
mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan
demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat
yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit
hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda yang artinya:
Ada tiga
golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga
berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi (HR. Tirmidzi).
b.Mendidik Kemauan.
Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan
yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu
terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan
keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar.
Karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa
Sallam menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini, maka
puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan
rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah
mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan
rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan
yang dialami sangat sulit.
c.Menyehatkan Badan.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa
yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan
jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa
Sallam, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan
dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan
bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja
memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan,
apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga,
sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
d.. Mengenal Nilai Kenikmatan.
Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak
kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang
tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan
dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah
seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang
diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang
yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang
kita peroleh.
Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh
memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi
juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah
berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan
minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita
berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa
sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna
mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar
kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti
kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil.
Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu
bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya,
Allah berfirman yang artinya: Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS
14:7).
e. Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang
Lain.
Merasakan lapar dan haus juga memberikan
pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang
lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir
hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan
berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa
solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang
hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di
Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang
terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak,
Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa
solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan
zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi
persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi
kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang
mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan
dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang
artinya: Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
SAMBUT DENGAN GEMBIRA.
Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yang amat
penting bagi kita, maka sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut
kedatangan Ramadhan tahun ini dengan penuh rasa gembira sehingga kegembiraan
kita ini akan membuat kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan nanti dengan
ringan meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan
Ramadhan harus kita tunjukkan dengan berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan
Ramadhan tahun sebagai momentum untuk mentarbiyyah (mendidik) diri, keluarga
dan masyarakat kearah pengokohan atau pemantapan taqwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, sesuatu yang memang amat kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi bangsa kita yang hingga kini masih
menghadapi berbagai macam persoalan besar. Kita tentu harus prihatin akan
kondisi bangsa kita yang sedang mengalami krisis, krisis yang seharusnya
diatasi dengan memantapkan iman dan taqwa, tapi malah dengan menggunakan cara
sendiri-sendiri yang akhirnya malah memicu pertentangan dan perpecahan yang
justeru menjauhkan kita dari rahmat dan keberkahan dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Diarsipkan: www.faisalchoir.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar