Ada beberapa aturan dalam
pelaksanaan shalat tarawih yang bisa diperhatikan berikut ini.
1- Shalat
tarawih termasuk qiyamul lail atau
shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan pada bulan Ramadhan.
Jadi, shalat tarawih adalah shalat malam yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
2- Shalat
ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat
tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat rakaat.
3- Para
ulama sepakat bahwa hukum shalat tarawih adalah sunnah (dianjurkan), bukan
wajib.
4- Shalat
ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan.
5- Imam
Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan sebagian
ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhal (utama)
shalat tarawih dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar
bin Al-Khatthab dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum
muslimin pun terus-menerus melakukan shalat tarawih secara berjamaah karena itu
merupakan syiar Islam yang begitu tampak sehingga serupa dengan shalat ‘ied.
6- Waktu
pelaksanaan shalat tarawih adalah antara shalat Isya dan shalat Shubuh.
7- Shalat
tarawih dilaksanakan sebelum shalat witir.
8- Lebih
utama mengerjakan shalat tarawih bersama imam hingga imam selesai agar
mendapatkan pahala shalat semalam penuh.
9- Jumlah
rakaat shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at, beliau tidak pernah lebih
daripada itu.
10- Masih
boleh mengerjakan shalat tarawih lebih daripada 11 raka’at dengan alasan: (a)
Tidak ada pembatasan jumlah raka’at shalat malam dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, (b) rakaat shalat diperbanyak agar shalat malam
bisa lebih lama, (c) kita diperintahkan memperbanyak sujud. Sehingga shalat
tarawih dengan 23 raka’at masih dibolehkan, bahkan dianjurkan oleh jumhur
(kebanyakan) ulama.
11- Shalat
tarawih dilakukan dua raka’at salam, dua raka’at salam lebih afdhal. Imam
Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim mengenai
hadits “shalat sunnah malam dan siang
itu dua raka’at, dua raka’at”, beliau rahimahullah mengatakan,
“Yang dimaksud hadits ini bahwa yang lebih afdhal adalah mengerjakan shalat
dengan setiap dua raka’at salam baik dalam shalat sunnah di malam atau siang
hari. Di sini disunnahkan untuk salam setiap dua raka’at. Namun jika menggabungkan
seluruh raka’at yang ada dengan sekali salam atau mengerjakan shalat sunnah
dengan satu raka’at saja, maka itu dibolehkan menurut kami.”
12- Jika
memilih jumlah raka’at yang banyak, tetap shalat tersebut dilakukan dengan
khusyu’ dan thuma’ninah, tidak boleh dilakukan super cepat (ngebut).
13- Disunnahkan
menutup shalat malam dengan shalat witir (raka’at ganjil).
14- Masih
boleh menambah shalat malam setelah tarawih karena jumlah raka’at shalat malam
tidak ada batasannya. Yang penting tidak ada dua witir dalam satu malam. Dari
Thalq bin ‘Ali, ia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
boleh ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi, no. 470; Abu
Daud, no. 1439; An-Nasa’i, no. 1679. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
Masih bolehnya
lagi menambah raka’at setelah shalat witir, dalilnya berikut ini.
‘Aisyah menceritakan mengenai shalat malam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
melaksanakan shalat 13 raka’at (dalam semalam). Beliau melaksanakan shalat 8
raka’at kemudian beliau berwitir (dengan 1 raka’at). Kemudian setelah berwitir, beliau melaksanakan
shalat dua raka’at sambil duduk. Jika ingin melakukan ruku’, beliau
berdiri dari ruku’nya dan beliau membungkukkan badan untuk ruku’. Setelah itu
di antara waktu adzan shubuh dan iqomahnya, beliau melakukan shalat dua
raka’at.” (HR. Muslim, no. 738)
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
“Dua raka’at setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua raka’at setelah
witir dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak
boleh lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits di atas
“Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir“, yang
dimaksud menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah
(bukan wajib). Artinya, dua raka’at sesudah witir masih boleh dikerjakan.” (Zaad
Al-Ma’ad, 1: 322-323).
15- Membaca
qunut witir di raka’at ketiga pada shalat witir setelah ruku’. Bacaannya: Allahummahdiini
fiiman hadait, wa’aafini fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik
lii fiima a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho
‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait. (Ya
Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk,
dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri
keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus,
berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari
keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan
dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah
Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)” (HR. Abu
Daud, no. 1425; An-Nasa’i, no. 1745; Tirmidzi, no. 464. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
16- Membaca
doa setelah shalat witir.
Ada dua
doa yang bisa diamalkan:
[1] Dari Ubay bin Ka’ab;
ia berkata,
فَإِذَا
سَلَّمَ قَالَ :« سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ يَمُدُّ
بِهَا صَوْتَهُ فِى الآخِرَةِ يَقُولُ :« رَبِّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ »
“Jika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkan salam, beliau mengucapkan,
‘Subhaanal Malikil Qudduus’ sebanyak tiga kali; ketika bacaan yang ketiga,
beliau memanjangkan suaranya, lalu beliau mengucapkan, ‘Rabbil malaa-ikati war
ruuh.’” HR. As-Sunan Al-Kubra Al-Baihaqi, 3:40 dan Sunan Ad-Daruquthni, 4: 371.
Tambahan “Rabbil malaa-ikati war ruuh” adalah tambahan maqbulah yang diterima.
[2]
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ
لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
“Alloohumma
innii a’uudzu bi ridhooka min sakhotik wa bi mu’aafaatika min ‘uquubatik, wa
a’uudzu bika minka laa uh-shii tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘alaa
nafsik.” (Dibaca 1 kali)
Artinya:
Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dengan
keselamatan-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku
tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah
sebagaimana yang Engkau sanjukan untuk diri-Mu sendiri. (HR. Abu Daud, no. 1427;
At-Tirmidzi, no. 3566; An-Nasa’i, no. 1748; dan Ibnu Majah, no. 1179. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
17- Tidak
perlu membaca niat puasa Ramadhan secara berjamaah (dikomandoi) karena letak
niat dalam hati. Begitu pula dzikir shalat tarawih dan witir tidak perlu dibaca
berjamaah.
Semoga
bermanfaat untuk ibadah shalat malam kita di bulan Ramadhan.
Sumber : https://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar