Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin pernah ditanya
tentang seseorang yang sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum pada siang
hari karena lupa. Bolehkah dia diperingatkan atau tidak? (Hal ini berkaitan
dengan keyakinan sebagian orang yang mengatakan bahwa seseorang yang berpuasa
tetapi lupa, ia tidak boleh diingatkan karena sedang diberi makan dan minum
oleh Allah).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin menjawab:
Siapa saja yang melihat orang berpuasa makan atau
minum pada siang hari (karena lupa), maka wajib bagi yang melihat untuk
mengingatkannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau lupa dalam sholatnya, “Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya)
Seseorang yang lupa karena alpa, maka kesalahannya
dimaafkan. Sedangkan orang yang ingat dan mengetahui bahwa pekerjaan itu
membatalkan puasa, namun tidak mengingatkan saudaranya yang lupa, berarti dia
melakukan sebuah kesalahan. Karena orang yang lupa itu adalah saudaranya.
Seharusnya dia ingin saudaranya seperti dia.
Kesimpulannya, siapapun yang melihat orang yang
berpuasa makan atau minum pada siang hari karena lupa, maka dia boleh
memberikan peringatan. Dan orang yang diberi peringatan, seketika itu juga
harus berhenti, tidak boleh melanjutkan makan atau minumnya. Bahkan jika di
mulutnya tersisa air atau sisa makanan, dia harus mengeluarkannya, tidak
boleh ditelan.
Pada kesempatan ini saya ingin menjelaskan, hal-hal
yang (mestinya) membatalkan puasa, menjadi tidak membatalkan puasa dalam tiga
keadaan. Yaitu: apabila si pelaku lupa, tidak tahu, dan tidak sengaja.
Jika seseorang lupa, lalu dia makan dan minum, maka
puasannya tetap sah, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang lupa bahwa dia sedang berpuasa lalu dia
makan dan minum, maka hendaklah dia melanjutkan puasa. Sesungguhnya Allah telah
memberikannya makan dan minum.” (HR.
Muslim dalam Shahih-nya)
Jika ada seseorang yang makan dan minum karena mengira
bahwa fajar belum terbit atau mengira matahari telah tenggelam, namun
ternyata tidak sesuai dengan dugaannya, maka puasanya sah, berdasarkan hadits
Asma‘ bin Abi Bakr, dia mengatakan, “Kami pernah berbuka pada masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam saat matahari tertutup mendung, kemudian matahari
muncul lagi, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan
kami, mengganti puasa hari itu.”
Seandainya wajib mengganti (berarti puasanya batal,
Red), tentu Rasulullah sudah merintahkan kepada mereka. Seandainya Rasulullah
memerintahkan kepada mereka, tentu riwayat ini akan disampaikan kepada kita,
karena itu berarti termasuk syariah, dan syari’ah Allah pasti terjaga sampai
hari kiamat.
Begitu juga hukumnya orang yang tidak sengaja
melakukan sesuatu yang bisa membatalkan, puasa orang ini juga tidak batal,
seperti yang berkumur-kumur lalu air masuk ke tenggorokannya. Air yang masuk
ini tidak membatalkan puasanya, karena dia tidak sengaja. Sebagaimana orang
yang berpuasa bermimpi melakukan hubungan suami istri lalu ia keluar mani. Orang
ini juga tidak batal puasanya, karena dia tidur dan tidak sengaja mengeluarkan
mani.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang
disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Qs. Al Ahzab: 5).
(Fatawa Ramadhan Fi Ash Shiyam wa al Qiyam wa al I’tikaf wa az Zakat al Fithri, I/228 – 230)
(Fatawa Ramadhan Fi Ash Shiyam wa al Qiyam wa al I’tikaf wa az Zakat al Fithri, I/228 – 230)
Diketik ulang dari majalah As Sunnah edisi Khusus Tahun.IX/1426H/2005M
Sumber: www.muslimah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar